Katwadi dan Perjuangan Mencari Air di Pegunungan Pacitan

oleh -0 Dilihat

Pacitanku.com, ARJOSARI – Katwadi, lelaki paruh baya itu hendak pergi ke Sungai, sekitar 1 kilometer dibawah rumahnya di RT/RW 05/VII Dusun Ngasem, Desa Gembong Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan.

Katwadi setiap hari harus rela naik turun untuk mencari air, mengambil air dari Sungai Kedungwadah untuk mencukupi kebutuhan air minum bagi dia, istrinya dan dua orang anaknya.

Ditengah keterbatasan fisik, dimana Katwadi adalah penyandang disabilitas tunanetra, tak menyurutkan semangat pria bertubuh gempal itu untuk berjalan naik turun setiap hari dengan bantuan tongkat yang menemaninya.

Saat Pacitanku.com bertemu Katwadi, dia bersama salah satu anaknya berjalan dengan sangat hati-hati menuju ke sungai Kedungwadah. Maklum, jalan yang disusuri Katwadi cukup terjal, sehingga harus hati-hati saat berjalan menuju ke sungai dibawahnya.

Katwadi sendiri, bersama 24 KK lain di kawasan tersebut, merupakan salah satu daerah terdampak kekeringan terparah di Pacitan.

Ada dua belik kecil di sungai Kedungwadah yang dimanfaatkan warga setempat untuk kebutuhan minum. Sementara satu titik lain, dengan warna air yang sudah menghijau, digunakan warga untuk mandi.

Jika hendak mengambil air untuk minum yang didapat dari dua sumber mata air, mereka harus terlebih dahulu mengantri dengan warga lain, sejak pukul 03.00 WIB. Sehingga jika bangun kesiangan, dipastikan warga tidak bisa memperoleh air yang dianggap bersih untuk dikonsumsi tersebut.

“Air yang dikonsumsi untuk minum tersebut sebenarnya tidak layak, karena ketika air sampai ke tenggorokan, ada yang mengganjal atau istilah jawanya mathi. Namun karena tidak ada pilihan lain terpaksa menggunakan air tersebut, apalagi kalau mau beli air tidak mampu,”ceria Katwadi, baru-baru ini.

Kekeringan di kawasan tersebut sudah berlangsung sejak sekitar 5 bulan lamanya. Dan dari total 25 KK dengan jumlah penduduk sekitar 60 warga, lebih dari 95% warga menggunakan akses sungai ini untuk minum dan mandi karena tidak ada pilihan lain. Jika beli ke PDAM tidak mampu mengingat biaya yang cukup mahal (Rp250 ribu per tangki).

Di kawasan ini, hanya satu keluarga yang bisa membeli air tiap hari selama musim kemarau, yakni keluarga Supriyadi. Air yang dibeli Supriyadi tersebut juga untuk mengairi kawasan mushola, untuk kebutuhan wudhu dan kebutuhan keluarganya.