Begini Semarak Arak-arakan Panen Raya Gugah Tandur Farmingart Pacitan

oleh -0 Dilihat
Arak-arakan puncak gugah tandur Farmingart Pacitan. (Foto: Wahyu Sapto Hartono/Pacitanku.com)

Pacitanku.com, PACITAN – Agenda panen raya gugah tandur yang digelar komunitas pertanian Pacitan “Farmingart” pada Sabtu (14/7/2018) di Makodim 0801/Pacitan berlangsung semarak.

Sebanyak 250 peserta arak-arakan tumpeng menyusuri jalan utama di Pacitan, di mulai
dari lapangan Makodim menuju Jalan Letjen suprapto. Kemudian dilanjutkan menuju Jalan Mayjen Sungkono dan berakhir di lapangan Makodim 0801/Pacitan.

Baca juga: Nantikan Keseruan Panen Raya “Gugah Tandur” di Pacitan, Dimeriahkan Tari Panen Hingga Wayang Kulit

Para peserta dari 12 kecamatan memiliki urut-urutan paling depan Ganong Tani, Demang, Panjang Ilang, Pasukan Sesaji, Sesaji dan peserta paling belakang Arak-arakan dari tiap-tiap Koramil 01 sampai Koramil 12 Kodim 0801/Pacitan.

Usai digelar arak-arakan, dilanjutkan agenda kotekan Lesung, Tari Panen, demonstrasi Tehnologi Pertanian dan Sedekah Bumi dan pemotongan tumpeng oleh Kasdim 0801/Pacitan Mayor Inf Tomi Fedi Anugrahan.

Sabtu malam, satu agenda puncak lainnya masih akan digelar, yakni pagelaran Wayang kulit dgn Lakon “Sesaji Raja Surya.”

Ketua komunitas Farming Art Roby Irfan Hazmi dalam keterangannya kepada Pacitanku.com mengatakan bahwa latar belakang digelarnya acara ini berawal dari tradisi panen raya yang merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang.

Baca juga: Farmingart-Kodim 0801/Pacitan akan Gelar Gugah Tandur

Menurut Roby, acara panen raya biasanya dimeriahkan oleh kesenian yang menggambarkan kegembiraan, rasa syukur dan menjadi tradisi agar masyarakat saling guyub rukun. Tetapi pada zaman sekarang, tradisi ini lambat laun semakin menghilang, terutama di Kabupaten Pacitan.

Selanjutnya,  kata dia, komunitas Farming Art yang  merupakan kelompok pemuda tani asal Pacitan, ingin mengangkat tradisi Panen Raya kembali diadakan. Hal itu terwujud karena semangat para pemuda tani untuk melestarikan budaya dan tradisi daerah yang sudah lama menghilang.

Pewarta: Wahyu Sapto Hartono
Penyunting: Dwi Purnawan