Kisah Mengharukan 5 Bersaudara Tuna Netra: Tetap Bahagia Asal Selalu Bersama

oleh -3 Dilihat
(Dari kiri ke kanan) Tukiyem, Sajimin, Sainem, Tukijah, dan Tukinah. (Muhammad Budi/Radar Madiun)
(Dari kiri ke kanan) Tukiyem, Sajimin, Sainem, Tukijah, dan Tukinah. (Muhammad Budi/Radar Madiun)

Pacitanku.com, NGADIROJO – Lima bersaudara antara lain Tukiyem, Sajimin, Sainem, Tukijah dan Tukinah terlahir dengan kondisi tunanetra atau buta. Meski memiliki keterbatasan penglihatan, bukan berarti hidup mereka gelap gulita. Tukiyem dan keempat adiknya tetap bisa beraktivitas. Seperti apa?

Berita terakhir yang disajikan presenter salah satu stasiun televisi siang itu mengakhiri kebersamaan Tukiyem dan keluarga. Warga Dusun Pucang Nanas, Desa Bodag, Kecamatan Ngadirojo, Pacitan, Jawa Timur itu memang selalu menikmati siaran berita bersama keempat adiknya.

Saat ini, dia tinggal bersama Sajimin, Sainem, Tukijah, dan Tukinah, dalam satu rumah. Ketika siaran berita berakhir, Tukinem dan keempat adiknya kembali beraktivitas masing-masing. ”Saya terlahir dengan kondisi seperti ini (tunanetra, red),’’ ujar Tukiyem.

Tidak hanya Tukiyem yang terlahir dengan kondisi tunanetra. Lima adiknya, Tukinem, Sajimin, Sainem, Tukijah, dan Tukinah terlahir tanpa bisa melihat, seperti apa rupa dunia. Adik keenamnya sebelum si bungsu Tukinah, Saimun, satu pengecualian.




Dia terlahir dengan penglihatan normal. ‘Sayangnya’, Saimun meninggal dunia di usia muda. Beberapa tahun lalu, Tukinem menyusul Saimun. ‘’Sekarang tinggal berlima. Kami semua tidak bisa melihat. Tetapi tetap bisa beraktivitas sehari-hari,’’ katanya.

Hari-hari Tukiyem dan keempat adiknya diisi dengan berbagai kegiatan rumah tangga. Ini mulai dari memasak, mencuci pakaian sampai menikmati siaran berita bersama-sama. Mereka tidak pernah jauh dari rumah. Paling jauh, hanya berkunjung ke rumah kerabat yang masih satu dusun. Itu pun ditemani sang kerabat. “Paling sering ya hanya di rumah. Tidak berani jauh-jauh,’’ terangnya.

Meski mereka memiliki keterbatasan fisik, namun Sang Maha Kuasa memberikan umur panjang bagi kelima bersaudara itu. Tukiyem kini sudah menginjak usia 90 tahun, sedangkan keempat adiknya juga sama-sama lanjut usia (lansia), di atas 75 tahun. Menyadari usia sudah renta, ditambah kondisi disabilitas yang diidap, Tukiem dan empat adiknya merasa tidak ingin banyak merepotkan orang lain.

Mereka cukup senang berkumpul dan beraktivitas di rumah bersama-sama. Soal pemenuhan kebutuhan sehari-hari, Tukiyem hanya mengandalkan belas kasihan kerabat dan tetangga di satu desa. “Beberapa kali sempat dikasih bantuan dari desa. Kalau untuk bekerja, kami sudah tidak kuat,’’ katanya.

Tukiyem menceritakan, kedua orang tuanya awalnya tidak mengalami gangguan penglihatan. Dimulai dari sang bapak di usia senjanya, gangguan tersebut pun seakan menular kepada sang ibu. Dia dan keempat adiknya lalu terlahir dengan kondisi tunanetra. ”Awalnya ibu bilang pernah mimpi matanya tertutup kabut, saat hamil saya. Setelah itu bapak buta, Kemudian saya dan adik-adik terlahir buta. Ibu juga kemudian mengalami kebutaan,’’ terangnya.

Selain televisi, hiburan lainnya bagi keluarga Tukiyem adalah radio. Khusus Sajimin, dia juga menyukai alat musik yang bisa menghasilkan bunyi-bunyian. Dia paling suka saron. Instrumen khas Jawa itu kerap dia mainkan di waktu senggang. Sayangnya, saron yang disukainya mulai rusak. Dia berharap mendapat saron baru sebagai hiburan di rumah. ”Ya seperti ini hiburan bagi kami (memainkan saron, red),’’ ujar Sajimin.

Walau terlahir dalam kondisi buta dan hidup serba kekurangan, Tukiyem dan empat adiknya tetap bersyukur atas nikmat yang diberikan Sang Maha Pencipta.  ”Alhamdulillah kebutuhan sehari-hari masih bisa tercukupi dari lingkungan. Kami inginnya tidak memberatkan orang lain,’’ tambahnya dengan nada bersahaja. (jpnn/JPRM)