Agustus, Gelombang di Perairan Pacitan Diprediksi Kembali Normal

oleh -0 Dilihat
Ilustrasi nelayan di perairan Pacitan. (Foto : Dok.Pacitanku)
Ilustrasi nelayan di perairan Pacitan. (Foto : Dok.Pacitanku)
Ilustrasi nelayan di perairan Pacitan. (Foto : Dok.Pacitanku)
Ilustrasi nelayan di perairan Pacitan. (Foto : Dok.Pacitanku)

Pacitanku.com, PACITAN – Kasi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan Pujono menyebut gelombang tinggi yang terjadi di perairan Pacitan diprediksi akan berakhir di Bulan Agustus.

“Memasuki bulan Agustus biasanya sudah normal,” terangnya, dikutip dari laman Pemkab Pacitan pada Minggu (30/7/2017).

Dia menyampaikan bahwa perubahan cuaca serta gelombang air laut yang cenderung fluktuatif sebenarnya sudah terpantau jelas dari Pusat Data dan Informasi BPBD Pacitan. Fakta tersebut, menurutnya, sudah disampaikan kepada para nelayan. “Melalui informasi yang cepat tersebut diharapkan nelayan lebih waspada dan berhati hati,”ujarnya.




Sebagai informasi, pada sepekan terakhir pendapatan nelayan Pacitan berkurang. Ini dipengaruhi gelombang tinggi yang menyebabkan hasil tangkapan nelayan turun drastis. Bahkan, pada pekan ke-5 di bulan Juli, tinggi ombak di perairan selatan Pacitan mencapai 3 hingga 4 meter.

Hartono Ketua Kelompok Nelayan “Mutiara” Pantai Tamperan mengatakan, meskipun sebagian nelayan masih ada yang melaut namun hasilnya tak sebagus ketika ombak bersahabat.

Dalam kondisi normal, nelayan dengan kapasitas kapal 10 GT hingga 30 GT mampu menangkap ikan antara 7 hingga 10 ton. Sebaliknya dengan kondisi cuaca buruk hanya mampu menghasilkan 4 hinga 5 ton. Padahal, sekali melaut mereka harus mengeluarkan biaya antara Rp 30 juta hingga Rp 40 juta.

“Selain kesulitan menebar jaring, gelombang yang kuat mengakibatkan kapal bergoyang keras sehingga ikan hasil tangkapan tidak lagi super karena banyak yang rusak,” katanya.

Lain lagi dengan perahu kecil berkapasitas dibawah 5 GT. Perahu yang biasanya digunakan nelayan lokal tersebut hanya berani beroperasi di pinggir saat cuaca buruk dan gelombang tinggi.

Bahkan, jika kondisi cuaca ekstrem mereka terpaksa berhenti melaut. Untuk menyambung hidup para nelayan tersebut beralih profesi sementara dengan bekerja di sawah dan ladang atau menjadi buruh bangunan. (RAPP002)