Unik, Dosen Unnes ini Gelar Ujian Doktoral di Tepi Pantai Srau Pacitan

oleh -0 Dilihat
Aksi para penari LKP Pradapa Loka Bhakti menari tari Ruung Sarung di Mapfest Malaysia 2015. (Foto: LKP PLB)
Aksi para penari LKP Pradapa Loka Bhakti menari tari Ruung Sarung di Mapfest Malaysia 2015. (Foto: LKP PLB)
Aksi para penari LKP Pradapa Loka Bhakti menari tari Ruung Sarung di Mapfest Malaysia 2015. (Foto: Nazir Azhari)
Deasylina da Ary (tengah) saat menari tari Ruung Sarung di Mapfest Malaysia 2015. (Foto: Nazir Azhari)

Pacitanku.com, PACITAN – Deasylina da Ary, Dosen Seni jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Semarang (Unnes) segera merampungkan program doktoralnya di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta pada Sabtu (21/1/2017). Yang cukup menarik, agenda ujian doktoral terbuka tersebut akan digelar di tepi Pantai Srau, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan.

Dengan mengusung tajuk ‘Pacitanian, Education of Arts’ atau model pendidikan seni berbasis lingkungan, Lina, sapaan akrab Deasylina da Ary saat dikonfirmasi pada Kamis (19/1/2017) mengatakan bahwa isi dari karya ini adalah pelaksanaan pendidikan yang menimbulkan rasa ketertarikan terhadap teknologi dan memahami lingkungan Pacitan.

“Hasilnya adalah teknologi yang membawa kebaruan di Pacitan, jika secara sadar dimasukkan ke dalam pendidikan seni akan memperkaya imajinasi anak, sehingga input imajinasi anak langsung dari lingkungan hidupnya,”katanya.

Menurut Lina, karya seni “Pacitanian” adalah sebuah persilangan antara seni, pendidikan dan ilmu pengetahuan. “Karya ini mengangkat potensi yang dimiliki Pacitan, bukan hanya potensi keindahan alamnya, akan tetapi juga potensi prasejarah yang dimilikinya dalam bentuk karya seni pertunjukan,”kata perempuan yang belajar menari sejak usia lima tahun ini.




Lebih lanjut, Lina mengatakan bahwa karya seni “Pacitanian” dengan materi latihan ketubuhan di lingkungan alam Pacitan ini dapat menyeimbangkan input emosional anak yang hadir dari cerita mitos dengan input intelektualitas dyang hadir dari data dan fakta tentang sejarah manusia purba, serta kepkaan ketubuhan yang berelasi dengan lingkungan alam Pacitan.

“Kondisi alam Pacitan yang lebih spesifik dengan gua, sungai dan pantai dapat memberikan tantangan kepada anak-anak untuk meningkatkan kemampuan dan sensibilitas motoriknya secara maksimal, batuan licin, arus sungai yang deras dan ombak yang kuat melatih tubuh anak, sehingga gerakan ini dapat mempengaruhi pembentukan syaraf otak anak,”jelasnya lagi.

Dalam agenda ujian doktoral tersebut, kata Lina, akan digelar di tiga tempat berbeda selama satu hari, yakni Sungai Janglot di Dusun Janglot, Desa Pelem Pringkuku, Gua Tabuhan di Desa Wareng Kecamatan Punung dan berakhir di Pantai Srau sekaligus pertunjukan seni “Pacitanian” tersebut.

“Di Sungai Janglot, latihan ketubuhan anak-anak mengeksplorasi lingkungan untuk melatih kemampuan motorik, di Gua Tabuhan, gundukan batu, bunyi stalaktit hingga ruangan gua yang gelap dan dingin sebagai arena permainan yang memberikan rangsangan imajinasi kepada anak-anak tentang aktivitas dan pembagian ruang manusia prasejarah, terakhir di pantai Srau, anak dapat menikmati perbedaan cakrawala langit di kala sunset dan sunrise dalam sehari sekaligus dan berbagai permainan dalam kegembiraan api unggun,”papar alumnus Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini.

Dalam setiap sesi tersebut, anak-anak yang merupakan anak usia Sekolah Dasar (SD) akan menampilkan berbagai pertunjukan seni yang diolah secara apik oleh Lina yang juga sebagai seorang koreografer dan penari tersebut.

“Berbagai pertunjukan tersebut diantaranya eksplorasi sungai, permainan kodok, permainan suara saut-menyaut, permainan sriti, permainan keong, kemudian perayaan Sunset, bebakaran ikan dan diakhiri dengan api unggun serta ujian terbuka di tepi Pantai Srau,”pungkasnya. (RAPP002)