GTT SMA dan SMK di Jatim tak Perlu Khawatir Soal Gaji

oleh -0 Dilihat
Ilu

Pacitanku.com, SURABAYA  – Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap  (PTT) SMA dan SMKN di Jawa Timur termasuk di Surabaya diharapkan tidak resah  dan kuatir tentang gaji mereka dibawah UMR. Alasannya, surat edaran Gubernur Jawa Timur yang memberikan kewenangan bagi sekolah untuk menarik SPP  kepada orangtua murid telah mengakomodasi kepentingan tersebut. 


Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov  Jatim, Benny Sampirwanto, Jumat (6/1) di Surabaya mengomentari adanya kekuatiran sejumlah GTT SMK dan SMA di Surabaya. Dijelaskan, berdasarkan SE Gubernur Jawa Timur, Surabaya merupakan kabupaten tertinggi yang sekolahnya dapat menarik dana masyarakat, yakni sebesar Rp.135 ribu. Dengan jumlah tersebut dirasakan sudah mencukupi besaran UMK Surabaya.

“Kita yakin, para kepala sekolah itu orang-orang bijak, yang akan bahagia apabila anak buahnya sejahtera. Yang terpenting dalam menarik dana harus dilakukan pembahasan antara kepala sekolah dan komite secara partisipatif. Pendekatan yang partisipatif inilah yang selalu gubernur tegaskan pada berbagai kesempatan,” tambahnya.

Mengutip statemen Gubernur Jawa Timur H Soekarwo dalam satu kesempatan, Benny menjelaskan, substansi UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 20/2003 tentang Sisdiknas, pendidikan bukanlah gratis tetapi bermutu, murah, dan terjangkau. Oleh karena itu ada komite sekolah sebagai mitra memajukan sekolah, bukanlah “charity” karena kurang mendidik.

Oleh karena itu, sebagian besar negara di dunia menerapkan subsidi silang. Berdasarkan SE Gubernur Jatim, selain Surabaya yang diijinkan menarik dana masyarakat SPP paling tinggi sebesar Rp 135 ribu, beberapa kabupaten yaitu Pacitan, Sampang, dan Pamekasan biaya tarikan SPP maksimal Rp 60 ribu.

Pemprov. Jatim, menurut Benny, sangat memberikan kepedulian terhadap para guru. Saat ini, semua guru PNS telah menerima gaji mereka. Selain itu, pelantikan para kepala sekolah beberapa waktu lalu juga merupakan yang pertama. Kejelasan tersebut tentunya telah memberikan kepastian posisi para kasek dan guru.




Kalau dinilai masih ada kekurangan dengan penyerahan kembali kewenangan SLTA ke provinsi, diibaratkan pengantin baru. “Apa manten baru itu sudah punya rumah, kendaraan, dsb-nya?”.

Dijelaskannya, sebelum tahun 1998 pendidikan SLTA dikelola oleh provinsi yang saat itu disebut kantor wilayah. Tidak Pindah Jauh Terhadap kekuatiran sebagian guru dipindah yang jauh dari tempatnya mengajar saat ini atau seluruh wilayah Jawa Timur, Benny mengatakan hal tersebut mungkin terjadi tetapi kecil.

Gubernur Jawa Timur sangat memperhatikan kesejahteraan lahir dan batin dari para guru. Jika perpindahan kontra produktif, dipastikan gubernur tidak akan melakukannya. “Bapak Gubernur pernah mencontohkan, kalau orangnya setelah dipindah gantung diri, bagaimana?!?”, ujarnya.

 Oleh karena itu, dalam pemindahan guru, Pemprov Jawa Timur akan melakukan secara seksama. Gubernur pernah menyampaikan, kalau pindahnya satu Bakorwil, masih sapat dipahami karena rata-rata tidak terlalu jauh dari tempat tinggal para guru. Jika perpindahan sangat jauh, dipastikan yang bersangkutan ditanyakan, apakah menyukai satu rencana pemindahan atau tidak. Karena itu, Pemprov akan menggunakan pendekatan partisipatif. (Put/Jatimprov/RAPP002)