Begini Romantika Perjuangan 107 Hari Jenderal Soedirman di Pacitan

oleh -60 Dilihat
Jenderal Soedirman. (Foto: Arsip Nasional RI

Pacitanku.com, PACITAN – Salah satu sosok yang tak akan pernah lepas dari perjuangan Indonesia dalam meraih kemerdekaan adalah Panglima besar Jenderal Soedirman. Meski meninggal di usia muda, yakni usia 34 tahun, namun semangat juang sang panglima tergores manis dalam tinta emas perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Pria yang lahir di Purbalingga, Jawa Tengah pada 24 Januari 1916 ini identik dengan perang yang sangat fenomenal, yakni perang gerilya.

Selama tujuh bulan lebih perang gerilya berkobar dari Desember 1948 sampai dengan Juli 1949. Selama tujuh bulan itu, Jenderal Soedirman bersama para pengikutnya melewati 10 kabupaten yang terbentang dari DI Yogyakarta, Jateng dan Jawa Timur dengan panjang rute gerilya mencapai 1.009 km. Perjuangan Jenderal Soedirman dalam menghadapi perang gerilya begitu dramatis, sebab kondisi saat itu dirinya sedang sakit  tuberkulosis (TBC). Sehingga paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948, atau sebulan sebelum perang gerilya digelar.

1. Awal perjalanan gerilya ke Pacitan

jenderal-soedirman1
Jenderal Soedirman saat menerima laporan pasukan. (Foto: Arsip Nasional RI)

Sebelum ke Pacitan, Jenderal Soedirman beserta para pengawalnya telah menempuh perjalanan panjang dari DI Yogyakarta, hingga yang terakhir adalah di Trenggalek. DI Trenggalek, yakni di Desa Bodag, Kecamatan Panggul, terdapat sebuah rumah yang pernah digunakan sebagai tempat beristirahat Jenderal Soedirman dan pasukannya.


Di dalam rumah yang berubah layaknya museum kecil itu terpampang foto sang jenderal. Selain foto dan peta yang berisi rute perang gerilya dari Jogjakarta hingga Kediri, terdapat berbagai barang peninggalan pasukan gerilya yakni, perlengkapan ibadah, seperangkat alat makan, meja kursi, dan tempat tidur. 

Perjalanan panjang yang menempuh jarak 97 Km di Pacitan diawali dari Desa Klepu, Kecamatan Sudimoro, selanjutnya penjelajahan Jenderal Soedirman menuju ke Desa Ngadirojo Kecamatan Ngadirojo, kemudian menuju ke Desa Wonosidi di Kecamatan Tulakan.

Usai menempuh dari Ngadirojo ke Tulakan, rute selanjutnya adalah melewati Desa Kasihan, tepatnya di Pringapus, di Kecamatan Tegalombo, dan kemudian berakhir di bukit Gandrung, Dusun Sobo, Desa Pakisbaru, Kecamatan Nawangan.

Akhirnya sampailah di Sobo Nawangan Pacitan. Di tempat ini sekarang telah didirikan monumen besar dan kawasan bersejarah Jenderal Sudirman yang luas dan bagus. Cukup lama Jenderal Soedirman bersama pengikutnya berada di tempat ini, sekitar 107 hari atau 3 bulan, yakni 1 April 1949 sampai 7 Juli 1949. Dan ditempat inilah berbagai peristiwa penting menandai perjuangan gerilya sang jenderal.

2. Romantika perjuangan selama di Nawangan

Rumah gerilya Jenderal Soedirman di Dusun Sobo. (Foto: Dok Pacitanku)
Rumah gerilya Jenderal Soedirman di Dusun Sobo. (Foto: Dok Pacitanku)

Di sebuah bukit, namanya bukit Gandrung, Dusun Sobo, Desa Pakisbaru, Kecamatan Nawangan, atau berjarak sekitar 55 km dari kota Pacitan, berbagai perjalanan menyejarah sang jenderal selama gerilya terjadi. Jenderal Soedirman tinggal dirumah seorang bayan di Dusun Sobo, namanya adalah Karsosoemitro selama 3 bulan 28 hari atau 107 hari.

Tepat sekali sang Jenderal menjadikan rumah yang terletak di ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan air laut sebagai markas gerilya, hal itu dikarenakan berada di tekukan bukit-bukit sehingga bisa melihat gerak-gerik musuh dari ketinggian dan sulit dijangkau.


Kondisinya adalah, di sebelah barat rumah markas ini ada jurang yang dalam. Disisi lain, tempat ini juga jauh dari keramaian, sehingga siapa saja yang masuk ke sini mudah dikenali sebagai orang asing atau bukan.

3. Keputusan politik penting selama di Pacitan

jenderal-soedirman
Jenderal Soedirman saat menerima laporan pasukan. (Foto: Arsip Nasional RI)

Selama Jenderal Soedirman di memimpin gerilya ini, perkembanngan situasi dan politik di dalam dan di luar negeri diikuti dengan cermat dan teratur melalui radio dan surat kabar. Hubungan komando dengan para Komandan lapangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) maupun Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat berjalan lancar. Di Dusun Sobo ini juga sang Jenderal berkesempatan pula menerima kunjungan beberapa orang menteri seperti Susanto Tirtoprodjo untuk membicarakan langkah perjuangan selanjutnya.

Dari tempat ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Kala itu, sang Jenderal menerima utusan Letnan Kolonel Soeharto yang melaporkan rencana serangan umum terhadap Yogyakarta.

Soedirman menggunakan sebuah radio untuk memberi perintah pada pasukan TKR setempat jika ia yakin bahwa daerah itu aman. Merasa lemah karena kesulitan fisik yang ia hadapi, termasuk perjuangannya melewati hutan dan kekurangan makanan, Soedirman yakin bahwa bukit Gandrung, Dusun Sobo aman dan memutuskan untuk menggunakannya sebagai markas gerilya.

Komandan tentara setempat, Letnan Kolonel Wiliater Hutagalung, berperan sebagai perantara antara dirinya dengan pemimpin TNI lain. Mengetahui bahwa opini internasional yang mulai mengutuk tindakan Belanda di Indonesia bisa membuat Indonesia menerima pengakuan yang lebih besar, Soedirman dan Hutagalung mulai membahas kemungkinan untuk melakukan serangan besar-besaran.

Sementara itu, Belanda mulai menyebarkan propaganda yang mengklaim bahwa mereka telah menangkap Soedirman; propaganda tersebut bertujuan untuk mematahkan semangat para gerilyawan. Soedirman memerintahkan Hutagalung untuk mulai merencanakan serangan besar-besaran, dengan prajurit TNI berseragam akan menyerang Belanda dan mununjukkan kekuatan mereka di depan wartawan asing dan tim investigasi PBB.




Akhrinya, pasukan TKR dibawah komando Letnan Kolonel Soeharto berhasil merebut kembali Yogyakarta dalam waktu enam belas jam, menjadi unjuk kekuatan yang sukses dan menyebabkan Belanda kehilangan muka di mata internasional.

Monumen Jenderal Soedirman. (Foto : Dok.Pacitanku)
Monumen Jenderal Soedirman. (Foto : Dok.Pacitanku)

Serangan Umum yang dilancarkan tanggal 1 Maret 1949 berhasil dengan baik. Keberhasilan serangan umum ini membuktikan kepada dunia khususnya kepada Belanda bahwa Republik Indonesia masih ada dan TKR sebagai kekuatan bersenjata masih meneruskan perjuangan mempertahankan negara Republik Indonesia.

Demikianlah perjalanan menyejarah yang dilalui oleh sosok Jenderal Soedirman selama di Pacitan. Keyakinan, semangat dan daya juangnya ditengah keterbatasan sosok Jenderal Soedirman menjadi inspirasi bagi segenap generasi muda Pacitan untuk meneruskan perjuangan Jenderal Soedirman. Sehingga untuk meneladani perjuangan sang Jenderal, setiap dua tahun sekali digelar napak tilas rute gerilya Jenderal Soedirman selama di Pacitan.

Disarikan dari berbagai sumber.

(RAPP002)