Jalur Selatan Jawa Jadi Anak Tiri Dibanding Pantura

oleh -0 Dilihat

Pacitanku.com, SURABAYA – Tidak hanya darat (jalan), ruang atau jalur udara di selatan Pulau Jawa bisa diibaratkan “anak tiri” dibandingan “saudaranya” di utara.

Pantai utara (pantura) Jawa sudah sangat crowded, sehingga pemerintah berupaya membangun jalan bebas hambatan (tol) trans Jawa dari barat (Banten) hingga timur (Jatim) Pulau Jawa yang hingga kini baru sampai Brebes Timur, Jawa Tengah pun masih belum bisa mengatasi ratusan ribu hingga jutaan kendaraan bermotor yang melintas.

Sementara jalur selatan, pembangunan jalannya masih terseok-seok, hanya beberapa penggal ruas jalan yang selesai, seperti di Jatim, baru sekitar Kabupaten Pacitan (era Presiden SBY), sementara Trenggalek, Tulungagung, Malang selatan, Jember hingga Banyuwangi terhambat alotnya pembebasan lahan.

Nyatanya tidak hanya di darat yang belum terselesaikan, ruang udara di selatan bahkan bisa dikatanya lebih terbelakang. Ruang udara di utara Pulau Jawa disebutkan terpadat kelima di dunia terutama untuk jalur penerbangan Jakarta-Surabaya, kata Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan.

“Ruang udara utara Jawa ini sudah sangat padat, nomor lima terpadat di dunia terutama jalur Jakarta-Surabaya,” ujar Menhub Jonan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (13/7).

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya untuk memanfaatkan ruang udara di selatan Pulau Jawa. Pemanfaatan ruang udara di selatan Pulau Jawa disebutkan mampu menurunkan biaya penerbangan secara signifikan.


“Kalau itu bisa, memang untuk penerbangan ke Yogja, ke Solo, Banyuwangi, Denpasar itu waktunya bisa hemat 10 menit, ‘fuel’ (bahan bakar)-nya bisa 15 persen kira-kira, dan harga tiket mestinya bisa turun 10 persen. Lumayan kan,” ucap Menhub Jonan.

Dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden terkait hal itu telah disepakati untuk memanfaatkan ruang udara di selatan Jawa yang selama ini terlarang atau hanya digunakan untuk penerbangan militer.”Jadi yang dikatakan terlarang atau ‘restricted’, bukan terlarang itu tidak boleh tapi ‘restricted’ ini biasanya ruang udara selatan Jawa hanya digunakan untuk penerbangan nonsipil atau militer,” jelasnya.

Dalam waktu dekat, ruang udara selatan Jawa akan digunakan secara “sharing” sesuai “time based operation” atau dengan mekanisme lain bersama TNI AU atau dengan penerbangan nonsipil. Hal yang pasti, jika ruang udara selatan Jawa bisa digunakan maka akan mengurangi kepadatan ruang udara utara Jawa.

“Dan yang penting itu juga bisa menambah frekuensi penerbangan ke daerah, misalnya, Yogja, Solo, dan di bandara selatan kalau dari Jakarta atau dari utara itu tidak mudah. ‘Slot’nya tidak banyak kalau di jam-jam yang dikehendaki,” paparnya.

Selain itu, Presiden kata Jonan, juga mengharapkan untuk mencoba mulai melihat potensi pembangunan bandara baru di wilayah selatan Jawa Timur. Misalnya, di daerah perbatasan dengan Jawa Tengah yakni Blitar, Trenggalek, Pacitan, Kediri, atau Ponorogo.

“Nah ini menurut saya penting sekali bukan karena terisolasi tapi untuk meningkatkan daya saing perekonomian di wilayah itu. Jadi kita akan pelajari lokasinya di mana, tanpa mengganggu pangkalan udara Iswahyudi di Madiun/Magetan,” imbuhnya.

Apa yang dikemukan Menhub Jonan ini, sejalan dengan protes delapan kepala daerah di wilayah Mataraman (Jatim bagian timur) melalui surat penyataan sikap bersama lalu menyerahkannya kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan saat kunjungan kerja di Kabupaten Ponorogo dan Kediri, Jawa Timur, pasca-Lebaran.




Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak, salah satu penanda tangan petisi mengatakan, surat pernyataan sikap bersama itu berisi terkait keluhan kesenjangan pembangunan di wilayah selatan Pulau Jawa dengan daerah lain akibat tiadanya sarana transportasi udara.

“Intinya kami atas nama delapan daerah berharap Menteri Luhut membantu pembukaan bandara udara di wilayah eks-Keresidenan Kediri dan Madiun yang selama ini terhambat,” ucap Emil kepada Antara di Trenggalek.

Selain Trenggalek, tujuh daerah lain yang ikut menandatangani surat pernyataan sikap bersama adalah Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun, Kota Madiun, dan Kabupaten Ngawi.

Surat pernyataan sikap secara resmi disampaikan saat delapan kepala daerah mengikuti rangkaian kunjungan kerja Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan di sejumlah Ponpes di Ponorogo maupun Kediri. Surat pernyataan sikap bersama yang terdiri dari tiga poin itu ditandatangani oleh delapan kepala daerah.

Mereka adalah Bupati Madiun Muhtarom, Bupati Magetan Sumantri, Walikota Kediri Abdullah Abu Bakar, Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni, Bupati Pacitan Indartato, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Bupati Blitar Rijanto, dan Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak.

Menurut keterangan Emil, isi surat tersebut terdiri atas tiga poin, yakni kesenjangan pembangunan, strategi geopolitik, dan nawacita Presiden Joko Widodo. Soal kesenjangan pembangunan menjadi persoalan daerah selatan Pulau Jawa karena tidak adanya akses transportasi udara sama sekali.”Karena itu kami berharap Menteri Polhukam bisa menjembatani ini,” ucap Emil.

Padahal, kata dia, selain untuk kepentingan penumpang komersil, transportasi udara ini sangat vital bagi distribusi barang dan kebutuhan masyarakat. “Keinginan untuk membangun Bandar udara sendiri di wilayah itu selama ini terganjal dengan teritori udara militer Lanud Iswahjudi yang berada di Kecamatan Maos, Kabupaten Magetan. Sebab wilayah udara di atas dua eks-Keresidenan Kediri dan Madiun menjadi lintasan pesawat militer,” ujarnya.

Dari segi strategi geopolitik, lanjut dia, wilayah Mataraman menjadi gerbang Samudera Hindia yang sangat strategis sebagai poros maritim dunia.

Bahkan kawasan ini juga diklaim bisa menjadi jalur perdagangan dengan Negara di belahan selatan dunia termasuk benua Afrika, Asia Selatan, India, dan Australia. “Ini juga selaras dengan janji pembangunan Presiden untuk membangun dari daerah terluar dan terpinggir Indonesia,” ujar Emil, menegaskan.

Bandara Malang Selatan Jawa Timur yang bebera wilayahnya sudah memiliki bandara, seperti Bandara Internasional Juanda Surabaya, Abd Saleh Malang, Trunojoyo Sumenep, Blimbingsari Banyuwangi dan Notohadinegoro Jember, serta di Pulau Bawean, kini berupaya lebih mengembangkan wilayah selatan dengan membangun Bandara di Malang Selatan.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengungkapkan rencana pembangunan bandara bertaraf internasional di wilayah Malang Selatan akan dimulai pada 2017. “Akan dibangun tahun depan oleh pemerintah pusat,” kata Soekarwo usai mengikuti Pengarahan Presiden Joko Widodo kepada kepala daerah di Istana Negara Jakarta, Senin (18/7).

Soekarwo yang karib dengan sapaan Pakde Karwo ini mengatakan pembangunan bandara tersebut berlokasi di area lahan milik TNI AL di Purboyo, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dengan luas tanah sekitar 47 ribu hektare. “Pembangunan bandara ini sudah ‘fisible’ karena sudah diajukan sejak tahun lalu. Kementerian Perhubungan sudah menyatakan ‘oke’,” ungkap Pakde Karwo.

Dia mengatakan bahwa pembangunan bandara di Malang Selatan ini sejalan dengan program pemerintah yang membuka ruang udara di selatan Pulau Jawa.

Pakde Karwo mengatakan pembangunan bandara baru di Malang Selatan ini karena Bandara Abdurahman Saleh ini tidak bisa digunakan pada malam hari. “Awalnya ada permintaan peningkatan bandara internasional, namun Bandara Abdurrahman Saleh tidak bisa kompromi dengan sering meletusnya Gunung Bromo dan tidak bisa didarati malam hari,” ungkapnya.

Terkait infrastruktur jalan yang masih minim, Pakde Karwo mengungkapkan jika bandara sudah mulai dibangun maka fasilitas lain akan mengikutinya. “Apalagi kita memiliki dana dari Islamic Development Bank Rp2,155 triliun untuk membangun jalan jalur selatan yang dari arah Banyuwangi ke barat,” ujarnya.

Soekarwo juga mengatakan dengan adanya bandara di Malang selatan akan membuka destinasi baru di kawasan selatan yang terkenal dengan keindahannya.”Bandara ini akan berpotensi mendatangkan wisatawan nusantara sekitar 21 juta orang per tahun,” imbuh Soekarwi seraya menambahkan bandara di Malang Selatan ini rencananya memiliki kapasitas 24 juta penumpang per tahun.

Begitu juga dengan selatan Jateng. Bandara Tunggul Wulung, Cilacap siap melayani penerbangan jika ruang udara selatan Pulau Jawa telah dimanfaatkan untuk penerbangan komersial, kata Kepala Bandara Tunggul Wulung Faizal M.

“Kemarin memang ada wacana Garuda akan melayani penerbangan ke selatan, namun sampai sekarang belum ada perkembangan lebih lanjut. Kami selaku pengelola bandara siap saja,” katanya didampingi Kepala Tata Usaha Bandara Tunggul Wulung Fajar K di Cilacap, Senin (18/7).

Kendati demikian, dia mengakui masalah layanan penerbangan tersebut tergantung pada maskapai dan izin dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.

Selain rute penerbangan Pondok Cabe-Cilacap, kata dia, beberapa tahun lalu juga pernah ada wacana pembukaan rute penerbangan Surabaya-Cilacap. Akan tetapi hingga saat ini, lanjut dia, rute penerbangan Surabaya-Cilacap tersebut belum terealisasi. “Padahal, infrastruktur yang ada di Bandara Tunggul Wulung saat ini telah siap untuk melayani pesawat jenis ATR-72 yang berkapasitas sekitar 70 penumpang,” katanya.

Dalam hal ini, kata dia, Bandara Tunggul Wulung memiliki landasan pacu sepanjang 1.400 meter dan telah dilengkapi dengan lampu penerangan untuk pendaratan pada malam hari. (Antara)