Regrouping Sekolah di Pacitan Dikomplain Sejumlah Pihak

oleh -3 Dilihat
Salah satu SD Negeri di pacitan. (Foto : Dok Pacitanku)
Salah satu SD Negeri di pacitan. (Foto : Dok Pacitanku)

Pacitanku.com, PACITAN – Setelah bupati Pacitan keberatan, sikap keberatan atas rencana regrouping atau penggabungan sekolah juga datang dari kalangan wakil rakyat.

Kebijakan regrouping dikhawatirkan memunculkan masalah baru di lapangan. ‘’Terutama terkait masalah pemanfaatan aset sekolah yang kena regrouping,’’ ujar Rudi Handoko, anggota komisi II DPRD Pacitan, baru-baru ini.

Menurutnya, banyak bangunan sekolah yang saat ini mangkrak alias tak terpakai setelah diregrouping. Salah satunya gedung bekas SDN Gayuhan II Arjosari. Setelah dilakukan penggabungan dengan SDN Gayuhan I Arjosari pada 2015 lalu, gedung yang sedianya baru saja mendapatkan bantuan rehab pada 2014 silam kini pemanfaatannya tidak jelas.

‘’Kalau seperti itueman-eman. Gedungnya buat apa. Harusnya dinas pendidikan (dindik) mempertimbangkan hal itu juga,’’ katanya.

Legislator Partai Demokrat itu menambahkan, ada baiknya sebelum menerapkan kebijakan regrouping dindik melakukan analisis secara mendalam terutama dampak ke depan.

Dan tidak seharusnya memaksakan penggabungan sekolah. ‘’Dindik perlu mapping dahulu. Termasuk antara jumlah siswa dan ketersediaan ruang kelas apakah seimbang atau tidak,’’ imbuhnya.


Berdasarkan data dindik setempat, dalam dua tahun terakhir setidaknya mereka telah meregrouping tiga sekolah. Yakni SDN Bungur I dan SDN Bungur II pada tahun 2014 lalu. Sedangkan pada tahun 2015 ada SDN Gayuhan I dan II serta SDN Glinggangan I dan II.

Kepala UPT TK/SD Arjosari Subiyanto Munir menyampaikan bahwa banyak faktor yang menyebabkan perlunya penggabungan sekolah. Paling utama adalah kurangnya jumlah murid dan guru. ‘’Selain itu banyak orang tua yang lebih memilih menyekolahkan anaknya di tempat lain di luar desa mereka tinggal,’’ ujarnya.

Dia mengungkapkan, ada sekitar tujuh sekolah yang saat ini dipertimbangkan masuk regrouping lantaran untuk memenuhi jam mengajar guru dengan skala perbandingan jumlah murid di Kecamatan Arjosari sesuai PP 74/2008. ‘’Kalau benar begitu kasihan murid. Untuk masalah ini, pemkab mesti mempertimbangkannya,’’ ungkapnya.

Secara terpisah, Kabid TK/SD Dinas Pendidikan Pacitan Sukatmin mengakui permasalahan regrouping bagai simalakama. Jika terpaksa diregrouping, sekolah yang kekurangan siswa akan lebih membebani siswa itu sendiri.

Sebaliknya jika tidak diregrouping masalah kekurangan tenaga guru sulit teratasi. Dampak lainnya, rencana efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah sulit terwujud. ‘’Kalau guru SD mungkin masih bisa terpenuhi. Jika dalam satu jenjang belajar di sekolah itu hanya ada satu kelas,’’ katanya. (her/yup/RAPP002)

Sumber: Radar Madiun