Catatan Mayday di Pacitan, Hampir 50 Persen Buruh Hanya Digaji Rp 300-900 Ribu Per Bulan

oleh -0 Dilihat

Pacitanku.com, PACITAN – Peringatan mayday atau hari buruh sedunia yang digelar Minggu (1/5/2016) hari ini di Pacitan diwarnai sejumlah catatan. Perjuangan kaum buruh mendapat upah layak dengan standar minimal upah minimum kabupaten (UMK) hasilnya masih jauh panggang dari api. Buktinya, ratusan buruh dan pekerja di Pacitan menerima upah di bawah UMK. Bahkan mereka juga dihantui ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) lantaran kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Salah satu buruh di Pacitan, Ayu menuturkan bahwa nasibnya sebagai buruh borongan ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Penghasilan dibawah UMK dan kerap tidak menentu mengakibatkan dirinya terjerat rentenir. Keadaan ekonomi memaksa teman-temannya yang sebagian besar ibu-ibu usia paro baya juga terjebak utang. ‘’Bayarannya Rp 1 jutaan, tapi juga tergantung penjualan rokok di pasaran,’’ ujarnya, Sabtu (30/4/2016) kemarin.

Terpisah, ketua Serikat Pekerja Pacitan Zaenal mendesak pemerintah ikut memperjuangkan kesejahteraan para buruh. Terutama tentang fasilitas yang diterima buruh misalnya jaminan pensiunan buruh, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua. ‘’Kami juga berharap adanya penghapusan outsourching,’’ tegasnya.

Merunut data Dinsosnakertrans setempat, hampir 50 persen dari 334.499 buruh yang bekerja di Pacitan menerima upah Rp 300-900 ribu. Padahal sesuai ketetapan UMK 2016 yang diputuskan Gubernur Jatim Soekarwo untuk Pacitan sebesar Rp 1,283 juta.


Catatan Dinsosnakertrans juga menyebutkan bahwa dari 74 perusahaan yang terdata di Pacitan, baru sekitar 30 perusahaan yang sanggup membayar karyawannya sesuai UMK. Perusahaan yang mampu membayar upah buruh secara layak itu rata-rata perusahaan besar.

‘’Kami juga sudah sosialisasikan ke perusahaan-perusahaan yang ada di Pacitan untuk mencukupi upah karyawannya,’’ ujar Paryanto, Kabid Pembinaan dan Perlindungan Tenaga Kerja Dinsosnakertrans Pacitan.

Selain melakukan sosialisasi, lanjut Paryanto, pihaknya juga telah berulang kali melakukan pendekatan ke perusahaan yang ada. Utamanya terkait pembayaran upah yang layak sesuai UMK. ‘’Meskipun dilakukan secara bertahap. Karena harus menyesuaikan dengan keuangan perusahaani,’’ katanya.

Sementara, terkait jaminan kesehatan bagi para pekerja, sekitar 70 persen perusahaan yang ada di Pacitan belum mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS. Padahal seharusnya perusahaan-perusahaan tersebut mendaftarkan karyawan mereka sebagai peserta BPJS.

Hal ini diatur dalam UU nomor 13/2003 pasal 99 ayat (1), dimana setiap pekerja atau buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. ‘’Sebenarnya kami juga sudah melakukan sosialisasi akan pentingnya asuransi kesehatan tersebut,’’ ujarnya. (her/yup/RAPP002)

Sumber: Radar Madiun