Sebanyak 479 Meter Kubik Kayu Perhutani Masih Mangkrak

oleh -0 Dilihat
Mangkrak. Sebanyak 479 meter kubik kayu jenis jati dan mahoni mangkrak di lahan milik dinas bina marga dan pengairan. (Foto : yun)
Mangkrak. Sebanyak 479 meter kubik kayu jenis jati dan mahoni mangkrak di lahan milik dinas bina marga dan pengairan. (Foto : yun)

Pacitanku.com, PACITAN – Kayu hibah Perusahaan Umum Perhutani Pacitan sebanyak 479 meter kubik mangkrak di halaman Dinas Bina Marga dan Pengairan sejak beberapa bulan ini masih belum menemukan titik kejelasan. Kayu yang bernilai lebih dari Rp 100 juta itu adalah hasil penebangan hutan negara sebagai dampak pembangunan jalur lintas selatan (JLS) Pacitan.

Rencananya, pada bulan maret lalu, kayu yang berjenis kayu jati dan mahoni tersebut akan disalurkan pada masyarakat Pacitan yang memenuhi persyaratan. Namun, hingga awal Desember 2015, kayu-kayu tersebut masih mangkrak.

Sebenarnya, setelah melakukan koordinasi dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Provinsi, penyaluran kayu tersebut mulai jelas, yakni disalurkan pada masyarakat sekitar hutan yang memang secara kriteria memenuhi persyaratan.

Namun, Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Pacitan, Suko Wiyono, kamis (3/12) kemarin kepada wartawan mengatakan, terkait proses pendistribusian kayu gelondongan hasil penebangan di kawasan hutan Perhutani tersebut masih dalam proses penyusunan dasar aturan.

“Saat ini masih disusun surat keputusan (SK) Bupatinya. Setelah itu kelar, baru didistribusikan kepada kelompok masyarakat yang berhak menerimanya, untuk yang menerima, semua proposal yang sudah masuk, masih dilakukan verifikasi,” katanya.

Ratusan kubik kayu tersebut akan dihibahkan kepada masyarakat. Untuk memuluskan rencana itu, pemkab harus memenuhi beberapa beban bea cukup besar. Diantaranya pengganti nilai tegakan, dana reboisasi, serta provisi sumber daya kehutanan. ‎

Sementara, ‎Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) Kabupaten Pacitan, Bambang Supriyoko, menegaskan, kewenangan mengelola kayu-kayu tersebut sepenuhnya bukan pada satuan kerja yang dipimpinnya. “Kami hanya berwenang pada sisi administrasinya, ketika kayu-kayu tersebut hendak ditebang sebagai imbas pelebaran proyek JLS beberapa waktu lalu,” ujarnya.

Menurut Bambang , proses penebangan di kawasan hutan negara, memang butuh proses panjang dan sangat rumit. Termasuk tata kelola kayu-kayu hasil penebangan tersebut juga tidak gampang. “Masih ada proses administrasi sebagaimana ketentuan regulasinya. Karena itu, terkait pengelolaan kayu hasil penebangan tersebut, kami (Dishutbun) tidak memiliki kewenangan,” pungkasnya. (yun/RAPP002)