Cerita Tentang Olahan Tuna yang Bawa Berkah untuk Masyarakat Pacitan

oleh -43 Dilihat
Produksi Tahu Tuna Pacitan. (Dok.Pacitanku)
Produksi Tahu Tuna Pacitan. (Dok.Pacitanku)

Pacitanku.com, PACITAN – Sebagai daerah pesisir, Pacitan memiliki potensi besar di bidang perikanan, salah satunya adalah ikan tuna. Oleh masyarakat setempat, olahan ikan tuna bahkan telah membawa berkah tersendiri, memberdayakan masyarakat dan menyejahterakan masyarakat sekitar.

Melalui produk olahan ikan tuna, seperti tahu tuna, nugget tuna, bakso tuna hingga abon tuna, hingga saat ini puluhan pengrajin dan pegiat usaha olahan tuna di Pacitan merasakan kebermanfaatan dari produk laut tersebut.

Jika menyebut pengusaha sukses olahan tuna, masyarakat Pacitan pun pasti mengenal sentra produksu tahu tuna Eza Mandiri milik Sukiran dan Sri Sumiati. Produk tahu  tuna milik Pak Ran (Sukiran) sudah merambah ke berbagai pulau di luar Jawa.

“Tahu tuna asal Pacitan sudah banyak yang dikirim ke Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Selain Pak Ran, banyak juga usaha kecil-kecil yang memproduksi tahu tuna di Pacitan ini,” kata Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Pacitan Wasi Prayitno, beberapa waktu lalu.

Menurut Wasi, tahu tuna itu adalah makanan bergizi karena isinya daging ikan tuna yang mengandung omega 3. Omega 3 adalah kandungan yang sangat bagus untuk tubuh. “Selain dimakan dengan bakso, tahu tuna juga bisa dimakan sebagai camilan. Bisa dimakan dengan saos, rasanya gurih. Makanan ini juga merupakan oleh-oleh khas Kabupaten Pacitan,” jelasnya.

Mengelola bisnis kuliner memang menjadi keunggulan tersendiri, apalagi jika kuliner tersebut dipadukan dengan potensi wisata alam. Hal itu juga yang dialami oleh pengelola Tahu Tuna Eza Mandiri, Pak Ran dan istrinya, Sri Sumiati. Berbekal ketekunannya mengelola olahan tuna, berupa tahu, otak – otak hingga nugget, omzet yang dicapai keluarga ini milyaran rupiah.

Cara yang dilakukan Pak Ran dan Sri Sumiati adalah melihat potensi, bahwa tahu merupakan makanan ringan yang sangat akrab dengan lidah Indonesia. Selain kandungan proteinnya tinggi, tahu juga banyak dikonsumsi karena harganya yang murah. Kemudian, Pak Ran menambah adonan tuna sebagai bahan pengisi tahu.

Sri membeli tahu putih dari pabrik tahu. Kemudian tahu tersebut dia goreng dan di dalamnya diberi isi adonan tuna. Setiap hari Ibu Sri membutuhkan satu kuintal tuna sebagai pengisi tahu. Sri dan Pak Ran menggeluti bisnis olahan ikan tuna sejak 2009. Tiap hari, Ibu Sri mampu menghasilkan tahu tuna sebanyak 1.500 bungkus. Tiap bungkusnya berisi 10 buah tahu tuna yang siap makan. 

Sementara, contoh sukses pengusaha tuna di Pacitan lain adalah Marsiah bersama suaminya Budiono di Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Kota, Kabupaten Pacitan. Marsiah yang memiliki usaha dengan merek Inggil ini memulai usaha sejak 2009. Awalnya Marsiah hanya sebagai ibu rumah tangga, sementara suaminya berjualan makanan.

Sampai pada suatu ketika Pemerintah Kabupaten Pacitan mengadakan pelatihan pembuatan abon tuna karena wilayah itu berdekatan dengan Pantai Tamperan yang dikenal sebagai pelabuhan dengan hasil tangkapan ikan tuna.

“Awalnya kami membuat abon tuna yang kemudian dikemas dalam plastik dan dijual ke pengunjung objek wisata Pantai Teleng yang dekat dengan daerah saya ini. Ternyata laku dan kami terus meningkatkan jumlah produksi,” kata Marsiah.

Kini, kata dia, tahu dan abon produksinya sudah banyak dikirim ke luar daerah, termasuk ke Sumatra, Kalimantan, Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Selain tuna, dia juga memproduksi abon ikan marlin. Dalam dua pekan sekali dia menghabiskan 1 kuintal ikan tuna atau marlin mentah yang kemudian dibuat menjadi sekitar 450 gram abon kering.

Sebanyak enam hingga 10 pekerja awalnya membersihakn jeroan ikan. Ikan yang sudah bersih kemudian direbus dan dilanjutkan dengan penghalusan. Ikan rebus yang sudah dihaluskan diberi bumbu kemudian digoreng dengan minyak. Sebelum dimasukkan dalam kemasan, ikan itu dibersihkan dari minyak goreng sehingga tidak basah dan awet.

Marsiah dan Budiono mengaku produk abon maupun tahunya tidak pernah menggunakan bahan pengawet. Meskipun demikian, abon produksinya mampu bertahan hingga enam bulan lebih.

Setelah sukses dengan abon, pada tahun 2011 dia mencoba membuat tahu tuna. Namun, hanya bertahan sebentar karena kekurangan tenaga kerja. Pada tahun 2013, dia mencoba kembali berproduksi dan bertahan hingga kini. Bahkan, omzetnya penjualan barang produksinya sudah mencapai Rp60 juta hingga Rp100 juta per bulan.

Bahkan, dia kini juga memproduksi nugget, pangsit, dan pentol bakso berbahan ikan tuna yang juga dikirim hinga ke luar Jawa, termasuk Pulau Bali. Untuk tahu tuna, saat ini justru menjadi produksi terbanyak dibandingkan abon dan lainnya. “Dalam sehari bisa menghasilkan 4.000 tahu atau 400 bungkus yang masing-masing berisi 10 tahu dengan harga Rp6.500,00 per bungkus,” kata Budiono menimpali.

Produksi olahan tuna di Pacitan ternyata mampu memberdayakan masyarakat, lebih dari itu mampu menyejahterakan masyarakat Pacitan. (RAPP002)