Nasihat Ki Lurah Semar saat Idul Kurban di Klampisireng

oleh -0 Dilihat
Pembagian daging kurban di Sambong, Arjosari. (Foto : Shultan)
Pembagian daging kurban di Sambong, Arjosari. (Foto : Shultan)

Oleh: Ki Setyo Harjodarsono**

Hari Raya Idul Kurban di Klampisireng terlihat meriah sekali. Ki Lurah Semar korban 1 ekor lembu. Gareng korban 1 ekor kambing, Petruk 1 ekor kerbau, Bagong korban 2 ekor domba. Para punakawan menamainya ‘bodo besar’ karena memang waktu ‘bodo’ lebih lama dibanding Raya Fitri.

“Memang thole….hari raya kurban adalah peristiwa besar yang melambangkan sejarah agama tauhid, merupakan amalan tradisi para nabi sejak Adam hingga Nabi Muhammad s.a.w. Pengorbanan yang ikhlas kerana Allah dan usaha terus menerus untuk mendekatkan diri kepada-Nya, itulah yang membawa manusia sukses hidup di dunia hingga akhiratnya…”

“ Bener romo, berkorban merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian, maka seharusnya kita menghayati kembali sabda Nabi s.a.w yang artinya : ”Barang siapa yang mempunyai keluasan rizki, lalu tidak berkorban, maka janganlah mendekati tempat solat kami.” ( Riwayat Ibnu Majah )

 “Aku ya tahu maca kok Truk, di dalam suatu peristiwa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah dari Zaid bin Arqam, pernah seorang sahabat bertanya kepada baginda Rasulullah : ‘‘Wahai Rasulullah, apakah arti korban ini?” tanya sahabat.

‘‘Itulah sunnah dari datukmu Ibrahim,” jawab Rasulullah.

“Apakah keuntungan korban itu untuk kita?” tanya sahabat itu lagi.

‘‘Setiap helai bulu hewan korban itu merupakan satu kebaikan (hasanah),” jawab Rasulullah.

Seandainya ada sesuatu yang lebih utama dari pada penyembelihan hewan korban yang menjadi penebusan manusia di atas segala nikmat, tentunya Allah tidak akan menyebutkan penyembelihan hewan korban itu meneruskan firman-Nya yang artinya:

”Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar, sebagai tebusan atas Ismail a.s.” ( As-Shaffat: 107 )

“Terus surasane kadis mau piye Kang Gareng?”

“Berdasarken penjelasan hadis dan firman Allah dalam al-Quran, bahwa amalan korban berasal dari Nabi Ibrahim a.s yang kemudian diwarisi oleh baginda Rasulullah sebagai satu ibadah dalam syariat Islam yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Ibadah korban ini berawal dari zaman Nabi Ibrahim. Tatkala Nabi Ibrahim bersama putranya, Ismail, selesai membenahi Kaabah di Mekah atas perintah Allah yang merupakan pusat kegiatan bagi penegakan dasar-dasar tauhid, Allah s.w.t menguji kekokohan iman kedua nabi ini. Pengorbanan itu adalah pengorbanan yang paling tinggi nilainya dalam kehidupan, yaitu pengorbanan jiwa dan raga….”

“terus hukume piye Mo??”

“Eh… tholeee… Menurut Imam Syafie, hukum korban adalah sunat muakkad yang amat dianjurkan kepada mereka yang mampu termasuk para hujjaj (jemaah haji) yang berada di Mina serta umat Islam yang berada di kampung halamannya sendiri, kerana itu adalah amalan yang amat dicintai Allah pada hari nahr ( Hari Raya ). Namun dengan demikian, terdapat sebagian ulama yang menyatakan ibadah kurban adalah wajib kepada mereka yang mampu berdasarkan firman Allah yang maksudnya : ”Maka dirikanlah shalat kepada Allah ( Tuhanmu ) dan berkorbanlah.” (Al-Kauthar: 2). Sedangken Di dalam Al-Quran dijelasken tentang pengorbanan dua orang anak Nabi Adam. Anak pertama memberi korban dengan tulus ikhlas atas dasar niat demi mematuhi perintah Allah s.w.t. dan mendekatken diri kepada-Nya. Dan anak yang kedua juga berkorban akan tetapi tidak berdasarken atas ketulusan hati dan usaha yang sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Allah.Dengan demikian, korban anak yang pertama diterima di sisi Allah s.w.t, sedangken anak kedua tidak diterima oleh Allah.

Allah berfirman yang artinya : “Dan bacakanlah ( wahai Muhammad ) kepada mereka kisah (tentang) dua orang anak Adam ( Habil dan Qabil ) yang berlaku dengan sebenarnya, yaitu ketika mereka berdua melaksanakan korban ( untuk mendekatkan diri kepada Allah ). Lalu diterima korban salah seorang antara mereka ( Habil ), dan tidak diterimanya ( korban ) dari yang lain ( Qabil ).

Berkata ( Qabil ): “Sesungguhnya aku akan membunuhmu.”

Lalu Habil menjawab: “ Hanya Allah menerima ( korban ) dari orang-orang yang bertakwa.” (Al-Maidah: 27)…” “

Halah Semar ki yen medar mesthi kakehan nganggo ‘ken’… mbok ya nganggo bahasa sing baku ta pak ..pak…” sela Bagong

“Eiih… bocah siji iki mesthi ngrusuhi wong rembugan?”

“Lha kowe ngono kok Mo…”

“Ora sah nggatekne cangkire Bagong Mo?”

“Yoh… yen ngono tak lanjtken…. Amalan ibadah korban ini kemudian diteruskan oleh Nabi Ibrahim a.s sebagaimana firman Allah yang artinya : “Maka tatkala anaknya itu sampai pada masa-masa mendekatkan diri kepada-Nya, Nabi Ibrahim berkata: “Wahai anak kesayanganku. Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahawa aku akan menyembelihmu; maka fikirkanlah apa pendapatmu ? Anaknya menjawab: “Wahai ayah, laksanakanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu, insya-Allah, ayah akan mendapati diriku dari orang-orang yang sabar.” (Al-Shaffat: 102)…”

“Nyang opo Gusti Allloh mrentah Nabi Ngibrahim?”

 “ Ini hanyalah ujian semata untuk keduanya thole, tidak hanya sekedar membuktikan ketabahan keluarga Ibrahim, tetapi adalah penjelasan kepada siapa saja bahwa tidak ada sesuatu apapun yang amat bernilai untuk dikorbankan apabila telah tiba panggilan atau seruan Ilahi. Inilah bukti iman sejati. Akan tetapi harus kita ingat bahawa pembatalan tersebut bukanlah kerana nilai manusia yang terlalu mahal untuk berkorban kerana Allah, akan tetapi pembatalan ini lebih bermakna agar seluruh umat manusia mengerti dan menghargai makna kemanusiaan itu sendiri serta besarnya kasih sayang Allah s.a.w kepada umat manusia….”

“Lha Petruk kon mbeleh anake piye ya?”

 “Ya aku ora sudi… wong iki jelas ko setan kok le?”

“ Eh… thole…. Amalan korban adalah sebagian usaha kita mendekatkan diri ( taqarrub ) kepada Allah s.w.t. Sedangkan mendekatkan hubungan antara manusia dengan Allah ini dikenali sebagai amaliah yang bersifat vertikal. Dan ada juga amaliah yang bersifat horizontal, ibadah penyembelihan korban akan meningkatkan hubungan antara manusia dengan manusia melalui pembagian daging-daging korban terutama kepada orang-orang fakir dan miskin. Ini menunjukkan bahawa takwa yang bersifat personal dan vertikal ( hubungan hamba dengan Tuhannya ) akan selalu sering dan tidak akan terpisahkan dengan hubungan hamba itu yang lainnya. Amal sosial seperti korban ini harus didasarkan niat dan ketulusan hati pada Allah. Melalui ibadah korban inilah tersirat makna yang mendalam bahwa manusia memerlukan pengorbanan dalam menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat….”

“Wah berarti Ibadah korban adalah memanifestasikan rasa syukur dan puncak takwa. Ia menjadi tanda kembalinya manusia kepada Allah s.w.t setelah menghadapi berbagai macam ujian dan terpedaya rayuan setan sehingga menjauhkan diri daripada Allah dan mengingkari larangan-Nya. Korban disyariatkan untuk mengingatkan manusia bahawa jalan menuju kebahagiaan memerlukan pengorbanan berat. Akan tetapi, yang dikorbankan bukanlah manusia, bukan pula nilai-nilai kemanusiaan tetapi hewan sebagai pertanda bahawa pengorbanan harus ditunaikan dan bahwa yang dikorbankan adalah sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia saperti sifat rakus, tamak, ego, mengabaikan norma, nilai dan sebagainya. Secara harfiah, kesempurnaan ibadah korban ini bermakna membunuh segala sifat kebinatangan yang terdapat dalam diri manusia….”

“Seratus!!!!… kowe pancen pinter Gareng… nyoh iki bapak hadihai duwit sak dolar wae ya?”

“Aja gelem Reng… wong dolar ora payu nggo tuku jemblem kok?”

 “Apa ya ngono Gong?”

 “Bener kuwi Reng… aja gelem… njaluka ijol rupiah wae?”

“Wah…mengko aja-aja rupiah uga ora laku?”

“Halah embuh Gong… kae lo romo arep ngendikan maneh?”

“Eh thole….Dengan korban sekarang ini ketakwaan kita kepada Allah semakin meningkat. Dan kita adalah hamba-Nya yang sentiasa memerlukan bimbingan serta petunjuk-Nya. Oleh karena itu amal kebajikan, baik yang bersifat sosial maupun yang individual kuncinya ialah takwa. Dalam hal ini Allah s.w.t berfirman yang artinya : ”Daging dan darah binatang korban yang kau persembahkan itu tidaklah sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya ialah amal yang ikhlas yang berdasarkan takwa.” (Al-Hajj: 37)….”

 “Ammiiiinnn…” sahut mereka kompak!!!


 

*KI SETYO HARJODARSONO adalah putra asli Pacitan, tepatnya di Kecamatan Tegalombo, saat ini aktif sebagai guru di Ponorogo. Beliau telah aktif menulis sejak 1987 di berbagai media lokal dan mataraman, seperti MATAN, WALIDA, MEDIA Pendidikan , Majalah Jemparing, Mimbar Depag dan BENDE. Penulis kini mengampu dan mengasuh rubrik Pringgitan Wayang Semprot di Portal Pacitanku.