Rp 11 Milyar Lenyap Karena Pilkada Pacitan Ditunda

oleh -0 Dilihat
Ilutrasi surat suara Pilkada

pilkadaPacitanku.com, JAKARTA – Uang sebanyak Rp 11 milyar yang digelontorkan untuk pembiayaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Pacitan dipastikan sia-sia karena mundurnya pelaksanaan Pilkada di Pacitan. Selain Pacitan, dua daerah lainnya di Jawa Timur, yakni Blitar dan Surabaya juga mengalami hal serupa.

Komisioner KPU Jatim Divisi Perencanaan dan Anggaran, Dewinta Ayu Shinta, menyatakan dana yang sudah terserap untuk ketiga daerah yang gagal melaksanakan pilkada serentak sebesar 25 persen. “Kota Surabaya itu dari Rp 70 miliar sudah 25 persen yang dipakai. Blitar Rp 35 miliar, Pacitan Rp 11 miliar. Rata-rata semuanya 25 persen,” ujar Dewinta saat menghadiri acara bimbingan teknis di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (4/8/2015) kemarin.

Menurut dia, Pacitan dan Blitar sudah dicairkan sebanyak 50 persen dari dana yang dianggarkan. Sedangkan Kota Surabaya sudah dicairkan seluruhnya. Dari 25 persen penyerapan anggaran, seluruhnya digunakan untuk honor adhoc dan PPDP yang sudah berjalan. “Paling banyak sih untuk honor adhoc dan Petugas pemutakhiran data pemilih yang sudah berjalan. Untuk pekerja honorer tidak terlalu banyak, karena masih 2 bulan,” tambah Dewinta.

Sedangkan untuk pengembalian dana tersebut atau tidak, Dewanti mengatakan tidak mendapatkan kejelasan untuk itu. Dirinya mengatakan bahwa dana tersebut tidak diatur dalam UU Pilkada No 8 Tahun 2015 dan juga PKPU No 12 tahun 2015. “Kami juga minta kejelasan tentang itu. Kalau dari Permendagri memang sudah diatur untuk pengembalian, tapi apakah tahun depan, masih ada lagi? Itu yang kami tidak paham,” kata Dewanti.

Senada dengan Dewanti,  Komisioner KPU Jatim lainnya, Arbayanto menjelaskan, penundaan pilkada sangat merugikan dan menyusahkan penyelenggara pilkada. Poin-poin yang merugikan itu antara lain dari segi perencanaan, penundaan pilkada hingga 2017 jelas membubarkan perencanaan matang yang sudah dibuat.

Misalnya waktu pendaftaran calon, penetapan calon, sampai pencoblosan. Dia mengungkapkan, KPU provinsi dan KPU pusat sudah menetapkan jauh-jauh hari tanggal dan waktunya. Bukan hanya itu, penundaan juga membuat beban kerja KPU jadi berlipat ganda. Salah satu pekerjaan yang memberatkan ialah membuat lagi daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4). ”Petugas KPU harus turun langsung door-to-door melakukan pengecekan lagi,” sebutnya.

Arbayanto mengatakan, data DP4 pasti berubah. Sebab, setiap tahun ada warga yang meninggal dan ada warga yang usianya sudah genap untuk ikut pemilihan. Kerugian lain adalah rekrutmen pekerja honorer. Jika pilkada diundur, mau tidak mau KPU di daerah harus melakukan rekrutmen ulang pada panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS). Seleksi ulang itu jelas membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak sedikit. ”Pasalnya, sampai saat ini belum ada SK yang menyebutkan, jika pilkada ditunda, PPK dan PPS tidak diseleksi ulang,” tandasnya.

Jika pilkada ditunda, uang itu akan dikembalikan kepada pemberi hibah, yakni ke daerah masing-masing. Jika proses diulang, harus ada jaminan dana tersebut tersedia lagi tahun depan. Nah, persoalannya, sampai saat ini KPU belum mengatur regulasi itu.

Sebagaimana diketahui, tujuh daerah harus mengalami penundaan pesta demokrasi hingga 2017, yakni Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Kabupaten Blitar (Jawa Timur), Kabupaten Pacitan (Jawa Timur), Kabupaten Timor Tengah Utara (Nusa Tenggara Timur), Kota Mataram (Nusa Tenggara Barat), Kota Samarinda (Kalimantan Timur), dan Kota Surabaya (Jawa Timur). (RAPP002)