Hari ini, Ujian Nasional “Era Baru” Dimulai

oleh -0 Dilihat
Siswa SMKN 1 Pacitan yang sedang mengerjakan soal tryout. (Foto : Pekathik Kadipaten/FB)
Siswa SMKN 1 Pacitan yang sedang mengerjakan soal tryout. (Foto : Pekathik Kadipaten/FB)
Siswa SMKN 1 Pacitan yang sedang mengerjakan soal tryout. (Foto : Pekathik Kadipaten/FB)
Siswa SMKN 1 Pacitan yang sedang mengerjakan soal. (Foto : Pekathik Kadipaten/FB)

Pacitanku.com, PACITAN – Mulai hari ini, Senin (13/4/2015), Ujian Nasional (UN) serentak se-Indonesia dimulai. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), UN 2015 diikuti 7,3 juta peserta dengan rincian 1,63 juta siswa SMA, 1,17 siswa SMK, 3,77 siswa SMP, dan 632.214 program kesetaraan. Pada tahun ini, juga diselenggarakan UN berbasis komputer yang diikuti 585 sekolah.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Rasyid Baswedan, UN era baru telah dimulai. Era Baru Berbeda dengan tahun sebelumnya, saat ini UN memasuki era baru, yang mana tidak lagi menjadi penentu kelulusan seperti tahun sebelumnya. Pada UN 2014, UN menyumbang 60 persen penentu kelulusan, sisanya ditentukan sekolah.

“UN tidak lagi menentukan kelulusan. Kelulusan sepenuhnya ditentukan oleh sekolah dengan mempertimbangkan capaian seluruh mata pelajaran, keterampilan, maupun sikap dan perilaku siswa,  kemudian, UN dapat ditempuh beberapa kali dan wajib diambil minimal satu kali mulai 2016,” tutur Anies beberapa waktu lalu.

Mantan Rektor Universitas Paramadina itu menjelaskan ada beberapa alasan UN diubah karena tidak sesuai antara tujuan dan kenyataan dari UN itu sendiri. Seharusnya, kata Anies, UN mendorong siswa suka belajar, mendorong penguasaan kompetensi, memberi informasi detail dan menyeluruh capaian kompetensi, dapat dipakai sebagai acuan antarprovinsi, dan dapat digunakan sebagai pertimbangan seleksi masuk jenjang lebih tinggi.

Namun kenyataannya, siswa lebih mementingkan nilai, guru dan sekolah fokus pada nilai bukan pada kompetensi, informasi capaian kurang lengkap, perbandingan menjadi kurang bermakna ketika kecurangan, dan hasil UN belum dapat maksimal dapat dimanfaatkan sebagai alat seleksi. “Itu semua menjadi alasan, mengapa UN penting diubah, kalau sekolah mensyaratkan lulus 100 persen, maka harus 100 persen jujur.” jelasnya.

Salah satu yang selama ini kerap menjadi permasalahan UN adalah kecurangan. Kecurangan selalu terjadi pada saat pelaksanaan UN. Padahal, UN diawasi pengawas dari perguruan tinggi, polisi hingga adanya kamera pengawas.

Misalnya pada UN 2014, di Medan untuk mendapatkan kunci jawaban, siswa dibebankan biaya Rp 50.000. Lalu kebocoran soal pada pelaksanaan UN 2014 di Surabaya. Pada saat itu, Kemdikbud mensinyalir keterlibatan oknum kepala sekolah dalam kecurangan tersebut. Kecurangan tersebut juga mempunyai hubungan erat dengan tekanan kepala daerah. (RAPP002)