Menengok Industri Gerabah Purwoasri Pacitan, Potensi Lokal Kualitas Dunia

oleh -49 Dilihat
Industri Gerabah Seni Kebonagung Pacitan. (Foto : IST)
Industri Gerabah Seni Kebonagung Pacitan. (Foto : IST)
Industri Gerabah Seni Kebonagung Pacitan. (Foto : IST)
Industri Gerabah Seni Kebonagung Pacitan. (Foto : IST)

Pacitanku.com, KEBONAGUNG – Tidak salah jika menyebut Pacitan adalah daerah sejuta potensi. Sebab selain potensi alam dan pariwisatanya yang melimpah, semangat dari para warga di Pacitan juga menjadi nilai tersendiri dalam konteks potensi Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu yang menjadi keunggulan potensi SDM dengan konsep industri adalah pengembangan industri kerajinan gerabah di Desa Purwoasri, Kebonagung.

Ditengah arus modernisasi dan banyaknya serbuan barang buatan pabrik, para perajin gerabah ini mampu bertahan dan terus berkarya. Hasilnya mereka mampu memasarkan produknya hingga keluar Jawa.

Desa ini memang sudah sejak lama terkenal dengan kerajinan gerabahnya. Tidak kurang dari 30 orang perajin, setiap harimemroduksi gerabah, terutama jenis peralatan dapur dan pot bunga. Produk yang dihasilkan pun penuh dengan sentuhan seni. Produk gerabahnya yang dominan adalah guci, pot, dengan berbagai bentuk dan motif. 

Sejak tahun 1959, Desa Purwoasri sudah menjadi sentra kerajinan gerabah. Kerajinan ini sudah menjadi produksi massal bagi hampir warga dusun. Menariknya, kebanyakan pekerjanya adalah wanita atau ibu-ibu. Baru tahun 2009 dibentuklah kelompok perajin, namanya Maju Asri. Saat ini anggota kelompok ini mencapai 44 orang perajin semuanya adalah kaum ibu-ibu.

Proses pembuatannya sebetulnya tidak jauh berbeda dengan gerabah biasa. Bahan baku gerabah berupa tanah sawah lapisan atas (topsoil). Cara mendapatkan tanah membeli kepada warga yang memiliki sawah di wilayah desa setempat. Pengangkutan tanah menggunakan mobil kijang. Sebagian besar masyarakat pengrajin sudah menjadi pengrajin gerabah lebih dari 15 tahun dengan bekerja antara 6-7 jam/hari. Sebagian besar masyarakat pengrajin tidak memiliki tenaga kerja.

Cara pembuatannya, diawali dengan tanah digiling dua kali dengan mesin. Tanah yang telah digiling itu lalu dibentuk gerabah sesuai dengan yang dikehendaki. Ada yang dibentuk guci, pot, maupun jambangan.

Namun yang membedakan dengan gerabah biasa adalah bentuknya yang telah disesuaikan dengan tren pasar yang berkembang. Dan lagi pada badan gerabah tersebut diberi pernik hiasan berbagai motif. Lalu dikeringkan di bawah terik maatahari selama 2 – 4 jam. Setelah itu diletakkan di ruangan sampai kering. Ini untukmenghindari keretakan pada proses pembakaran. Setelah kering, dilakukan proses pembakaran selama 4 jam.

Produk gerabah tradisional, biasanya langsung dijual setelah dibakar. Nah, gerabah modern, yang dibuat dengan sentuhan seni, tidak demikian halnya. Setelah dibakar masih harus melalui proses finishing alias tahap akhir atau penyempurnaan. Sentuhan akhir inilah yang sangat menentukan nilai jual gerabah. Tahap penyempurnaan yang dimaksudkan adalah proses pewarnaan dengan mengunakan cat yang memerlukan ketrampilan khusus. Setelah selesai pewarnaan gerabah siap untuk dijual.

Industri kerajinan gerabah di Desa Purwoasri ini merupakan industri yang melakukan kegiatan produksi sepanjang musim, namun  mengalami penurunan produksi pada musim penghujan. Industri ini mengalami perkembangan sejak direkomendasikan menjadi Desa Wisata pada Tahun 2000 dengan mulai memproduksi gerabah seni. Keutamaan gerabah Pacitan dibanding gerabah lain adalah selain halus, kulit gerabah juga sangat tebal sehingga tidak mudah pecah.

Produksi perajin gerabah di Desa Purwoasri yang paling diminati pasar di antaranya guci-guci bermotif batik dan wayang, vas bunga, tempat payung, asbak dan berbagai souvenir. Pasar gerabah seni yang sudah tergarap dengan baik adalah Surabaya, Malang, Ponorogo dan Jakarta. Sedangkan produk souvenir pemesanan yang baling banyak adalah dari luar Pulau Jawa.

Dan dengan kualitas yang sangat baik, membuat produk-produk gerabah dari Pacitan tergolong murah. Ini yang membuat pasar sangat bergairah untuk menyerap produksi. Harga paling murah Rp 1500, 150 ribu berupa guci-guci bermotif wayah atau batik hingga yang paling mahal adalah 700 ribu.

.