Meneropong Eret Pacitan, Panen Ikan dengan Semangat Gotong Royong

oleh -2 Dilihat
Penari Lokal turu memeriahkan eret (Foto : Doc. Info Pacitan)
Penari Lokal turu memeriahkan eret (Foto : Doc. Info Pacitan)

Pacitanku.com, KEBONAGUNG—Salah satu yang menjadi keunggulan masyarakat Jawa adalah semangat gotong royongnya yang tinggi, dan selalu dipupuk dalam setiap kesempatan dan kegiatan yang ada. Seperti yang dilakukan oleh sekelompok nelayan di Desa Worawari, Kecamatan Kebonagung, Pacitan.

Tepatnya Jum’at (3/1/2014) warga yang tergabung dalam serikat nelayan Kebonagung menyelenggarakan tradisi eret atau eretan. Eret adalah mencari ikan dengan metode jaring panjang yang dipasang melingkari teluk. Kedua ujung jaring ada di daratan dan kemudian ditarik bersama untuk menggiring ikan kearah pesisir. Ikan yg berhasil digiring nantinya akan terperangkap ke dalam jaring panjang tersebut, atau menangkap ikan jaring keruk.

Namun karena pelaksanaan eret pada hari jumat kemarin dengan kondisi cuaca yang buruk dikarenakan ombak besar di sekitar Laut selatan, beberapa jaring tak mendapatkan hasil yang diharapkan, dan bahkan jaring sampai bedah.

Eret (Foto : Doc Info Pacitan)
Eret (Foto : Doc Info Pacitan)

“Insyaallah agenda berikutnya kita sesuaikan waktu yg sesuai musim ikan mengingat kemarin yg utama di launching dulu biar semua SKPD dan masyarakat tahu dulu maksud dan tujuannya,” terang Mohammad Fatkhurrohman, Camat Kebonagung dalam akun jejaring sosialnya.

Filosofi yang muncul dalam tradisi eret ini adalah Eretan Ngupaya Mina, yang merupakan kalimat bahasa Jawa dengan makna saling bergandengan mencari ikan. Nilai yang mungkin sulit didapat dalam zaman yang serba pragmatis dan mementingkan kepentingan sendiri.

Selain agenda inti eretan, budaya unik ini juga dimeriahkan dengan agenda pendukung lainnya seperti tari – tarian yang dilaksanakan oleh sinden atau penari setempat.

Pelaksanaan Tradisi Eretan

Tradisi ini dimulai ketika 10 pria berbaris di bibir pantai membelakangi hamparan pasir Laut Pantai Dangkal. Salah satu sesespuh di komunitas tersebut membacakan kata dan kalimat dengan intinya adalah terkait  sedekah bumi yang berwujud  ayam dimasak bumbu lengkap dengan nasi dan lauk. Sajian itu ditata sedemikian rupa dan ditata di atas hamparan pasir.

Sajian tersebut lantas dibacakan doa. Pembacaan dipimpin tokoh agama desa setempat. Ratusan hadirin yang berdiri di segenap penjuru pantai pun ikut berdoa. Lalu setelah doa selesai, 10 pria memulai tugas. Dengan langkah serentak, mereka maju ke arah kepala desa. Lalu, satu per satu tangannya bergantian menjabat kepala desa dan kyai.

Kemudian, 10 pria yang mengenakan pakaian ala kadarnya berbalik arah dan beramai-ramai mendorong 2 perahu yang tertambat di tepi pantai. Setelah perahu mengapung, 4 pria menaiki 2 perahu. Sedangkan 6 lainnya menunggu di pesisir. Perlahan perahu tersebut bergerak menjauhi pantai.

Beberapa waktu kemudian, kedua perahu bergerak kembali ke pinggir. Lajunya tak terlalu kencang. Tujuannya untuk menjaga agar jaring yang ujungnya tertambat di kedua ujungnya tidak putus. Dengan jarak kurang lebih lima meter dari pantai, puluhan warga lain yang sejak tadi menunggu berhamburan menuju kedua ujung tali jaring yang tertambat di dua perahu untuk menarik  jaring penuh aneka jenis ikan.

Pasa sukses menarik ikan, dan ikan terkumpul, barulah nelayan pemilik perahu dan jaring membaginya. Semua mendapat bagian sesuai perannya. Baik para pria pendorong perahu maupun warga yang suka rela memantu menarik tali jaring, semua membawa ikan. Dan sambil membawa ikan dengan berbagai jenis, para warga tersebut kembali menuju tempat semula.

Agenda akhir dari tradisi eretan adalah memakan dan menikmati nasi dan ayam ingkung yang sudah disajikan sebelum acara dimulai. Dan ini merupakan bagian paripurna dari tradisi eretan Pacitan, sebuah kekayaan budaya daerah, selain Baritan, tetaken dan Ceprotan.

Redaktur : Robby Agustav