Haryono Suyono, Bapak BKKBN Indonesia

oleh -0 Dilihat
Haryono Suyono
Haryono Suyono
Haryono Suyono
Haryono Suyono

Pacitanku.com, PACITAN–Kita tentu masih ingat bahwa beliau pernah menjabat di era reformasi yang mana terjadi pergantian pucuk pimpinan pemerintahan yaitu dari Presiden Soeharto kepada Presiden BJ Habibie, Haryono masih dipercaya oleh pemerintah dan bahkan diberi kepercayaan yang sangat tinggi oleh Presiden BJ Babibie untuk menduduki jabatan strategis yaitu Menko Kesra dan Taskin pada Kabinet Reformasi Pembangunan.

Haryono Suyono dilahirkan di Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 6 Mei 1938. Semasa kecilnya, Haryono diasuh kedua orang tuanya, Bapak Alimoeso dan Ibu Padmirah Alimoeso. Ayahnya adalah seorang guru SD yang kemudian berpindah-pindah dari satu desa pegunungan ke desa pegunungan lainnya di kawasan kabupaten Pacitan. Karena itu, Haryono semasa kecilnya banyak diasuh oleh ibunya yang ulet, Ny. Padmirah, yang mendidik anak-anaknya kerja keras dengan membuka warung kecil keperluan sehari-hari bagi keluarga sekitamya dirumahnya di Pucang sewu, Pacitan.

Selama masa kemerdekaan 1945, Haryono yang masih kecil sekolah SD di desanya. Haryono kecil ikut mengungsi berpindah dari satu SD di desanya ke SD di desa pengungsian. Namun dia tetap bersekolah dan bergaul dengan anak-anak desa perjuangan tersebut. Selama masa itu Haryono sempat naik kelas duakali dalam satu tahun pelajaran karena dianggap menonjol dikalangan teman- temannya. Haryono menamatkan SD di Pacitan itu pada tahun 1951.

Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tingkat SD, Haryono melanjutkan sekolah menengah pertamanya di Yogyakarta, yaitu pada SMP IV Negeri dan SMA IVB Negeri. Selama sekolah SMA Negeri IVB di Yogyakarta Haryono sangat aktip dalam lingkungan penerbitan majalah sekolah dan selama tiga tahun berturut-turut menjadi pimpinan redaksi dari majalah Gelora sekolah tersebut. Pengalaman itulah yang menempatkan Haryono lebih lancar menulis dan membuat laporan.

Setelah menyelesaikan pendidikan SMP pada tahun 1954, dan SMA IVB Negeri pada tahun 1957, selama dua tahun pertama Haryono meneruskan pendidikannya pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada di Yogyakarta. Diluar kuliah Haryono aktif dalam organisasi non kampus dikampungnya bersama dengan para mahasiswa Universitas Gajah Mada, antara lain mantan Gubernur Kalimantan Selatan Drs. Gusti Hasan Aman, yang waktu itu adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi di Universitas Gajah Mada.

Namun karena ada sesuatu dan lain hal, maka Haryono tidak sanggup meneruskan pendidikannya di Fakultas Kedokteran UGM dan pindah ke Jakarta mengikuti kakaknya dan meneruskan kuliah sebagai mahasiswa Ikatan Dinas pada Akademi llmu Statistik (AIS) Jakarta, suatu Akademi Kedinasan dibawah naungan Biro Pusat Statistik di Jakarta. Pendidikan kedinasan tersebut diselesaikannya dengan baik dalam waktu tiga tahun.

Segera setelah menyelesaikan pendidikan pada Akademi llmu Statistik Jakarta, maka pada tanggal 30 Agustus 1963 Haryono menikah dengan gadis cantik asli Betawi Astuti Hasinah dan kemudian dikaruniai empat orang anak: Ria Indrastuti (1964), Dewi Pujiastuti(1965), Fajar Wiryono (1967) dan Rina Mardiana (1968). Dengan empat orang anak tersebut kadang-kadang Haryono disangka tidak melaksanakan program KB, padahal anaknya yang terkecil dilahirkan dua tahun sebeIum program KB resmi dimulai pada tahun 1970.

Angkatan Haryono pada AIS termasuk angkatan yang istimewa. Selama tiga tahun dalam AIS tersebut angkatan ini mendapat dosen yang sebagian besar adalah ahli-ahli PBB dari luar negeri yang sedang membangun perstatistikan di Indonesia. Namun beasiswa waktu itu sangat minim, padahal Saudara yang diikuti oleh Haryono adalah seorang pegawai negeri yang gajinya pas-pasan. Bapak Soemargo, kakak Haryono tersebut mempunyai sebuah taksi atau oplet. Pada waktu-waktu tertentu, untuk mengepulkan asap dapur, maka Haryono dan kakaknya Soemargo, yang sudah almarhum sekarang, bergantian menyopir oplet (sejenis mikrolet) itu mondar-mandir antara Jatinegara – Pasar Rebo – Pasar Minggu untuk mencari penumpang yang waktu itu sungguh tidak pernah putus-putusnya, selalu penuh dan memberi cukup rejeki untuk mengepulkan asap dapur.

Karena Haryono beruntung mendapat dosen yang tangguh, maka setelah tamat AIS pada tahun 1963 Haryono sebagai salah seorang mahasiswa yang menonjol, antara lain karena selama mahasiswa dianggap giat sebagai Wakil Ketua kemudian Ketua Senat Mahasiswa AlS, maka Haryono mendapat kesempatan untuk ditunjuk menjadi Asisten dari DirekturAlS. Segera setelah itu maka Haryono mendapat kesempatan yang luas untuk bekerja pada Biro Pusat Statistik (BPS) dan pada tahun 1965 ditempatkan di DKI Jakarta sebagai Wakil Kanwil Kantor Sensus dan Statistik Propinsi DKI Jakarta, suatu jabatan yang sebenarnya masih sangat jauh dari golongan pangkat yang dimilikinya.

Pada tahun berikutnya Haryono dipercaya sebagai Pjs. Kanwil Kantor Sensus dan Statistik DKI tersebut. Haryono tidak lama menjabat pada posisi itu karena segera ditarik untuk memimpin suatu bagian baru, Bagian Konsultasi dan Humas Kantor Biro Pusat Statistik di pusat.

Pada jabatan inilah Haryono menyebarluaskan kesadaran statistik di berbagai Departemen dan Instansi pemerintah dan menggerakkan para wartawan untuk mengulas hasil-hasil survey, termasuk Survey Sembilan Bahan Pokok yang dilakukan setiap minggu oleh BPS. Pada saat itu pula Indonesia sedang giat-giatnya berusaha menurunkan angka inflasi yang sangat tinggi, sehingga Haryono setiap minggu mondar-mandir ke Jalan Medan Merdeka Barat no. 15 untuk mengirimkan laporan kepada Bapak Sudharmono, SH (Mensekneg pada waktu itu) untuk keperluan Sidang Kabinet.

Pernah terjadi pada suatu ketika, sewaktu Menteri Sekretaris Negara masih dipegang oleh Bapak Alamsyah Ratu Perwiranegara, perubahan inflasi cukup ruwet, sehingga Haryono ditahan untuk duduk di pojok selama beliau menerangkan angka-angka tersebut, jaga-jaga kalau ada kemacetan.

Setelah bekerja pada Biro Pusat Statistik (BPS) dari tahun 1963-1969, mulai bulan Mei 1969 Haryono mendapat kesempatan belajar ke luar negeri yaitu di University of Chicago di Amerika Serikat. Suatu universitas yang terkemuka dan termahal di Amerika Serikat.

Dalam waktu tiga tahun, 1969 – 1972, Haryono menyelesaikan tugas belajar itu dengan cepat, sehingga pendidikan S1, S2 dan S3- atau gelar Master dan Doktor dalam bidang Sosiologi dengan spesialisasi dalam bidang Komunikasi dan Perubahan Sosial serta Kependudukan dan Pembangunan dapat diselesaikannya dengan baik.

Setelah kembali ke tanah air Haryono bekerja lagi pada Biro Pusat Statistik (BPS) dan merangkap juga pada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Akhirnya Haryono melekat dengan BKKBN dan menanjak kariernya sebagai Deputi untuk beberapa bidang dan kemudian dipercaya oleh Bapak Presiden Soeharto (waktu itu) untuk menjadi Kepala BKKBN pada tahun 1983.

Sepuluh tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1993 Haryono diangkat dalam jabatan rangkap yaitu sebagai Menteri Negara Kependudukan dan Kepala BKKBN pada Kabinet Pembangunan V. Pada kabinet terakhir Presiden Soeharto yaitu Kabinet Pembangunan Vll, beliau masih dipercaya oleh pemerintrah dan diangkat sebagai Menko Kesra dan Taskin selakigus merangkap Kepala BKKBN.

Begitulah sejarah singkat bapak BKKBN Haryono Suyono, yang merupakan putra Pacitan dan menjadi tokoh nasional. Saat ini aktivitas beliau adalah dalam bidang pemberdayaan masyarakat, melalui program Posdaya. Beliau sering mengisi agenda posdaya, baik di tingkat lokal maupun nasional.