Sutarto Alimoeso, Dirut Bulog, Putra Pacitan Yang Hobi Main Ketoprak

oleh -4 Dilihat
SUtarto Alimoeso
SUtarto Alimoeso

Pacitanku.com, JAKARTA–Setelah beberapa kali sukses terlibat dalam pementasan seni ketoprak yang digawangi Paguyuban Puspo Budoyo, Sutarto Alimoeso, pun tak mau begitu saja menolak tawaran untuk manggung lagi pada 30 Agustus nanti di JIExpo Kemayoran.

Latihan atraksi seni peran khas Jawa tersebut kini menjadi aktivitas baru bagi pria kelahiran Pacitan yang juga direktur utama Perum Bulog ini di waktu senggangnya. Hal itu tentu dilakukan Sutarto bukan tanpa alasan. Baginya, dengan bermain ketoprak, selain bisa menjadi hiburan bagi diri sendiri juga bisa menghibur orang lain.

“Ketoprak itu bisa jadi hiburan buat saya ketika sedang senggang, tapi saya juga bisa menghibur orang lain. Ini juga bagian dari ibadah toh? Dulu, saya main pas momen tertentu saja, seperti ulang tahun Perum Bulog, tapi sekarang sering diajak juga di luar. Nanti 30 Agustus, saya mau manggung, ha, ha,” kata Sutarto Alimoeso di Jakarta, baru-baru ini.

Dengan usianya yang kini sudah menginjak 64 tahun, Sutarto pun mengaku tak mau menghafal skenario ketika memainkan lakon dalam sebuah pertunjukan ketoprak. Yang terpenting, sang sutradara tinggal mengarahkan peran yang harus dijalankan. Selanjutnya, dia akan berimprovisasi dalam menjalankan peran tersebut.

Sebagai sesepuh, Sutarto selalu mendapatkan peran-peran protagonis, biasanya sebagai pemimpin yang bijaksana, membawa misi kebaikan, dan kebenaran. Sebagai tokoh publik, dia pun mengaku tidak merasa canggung ketika harus ditonton banyak orang ketika manggung.

“Kalau ditanya sulit mana antara menjadi direktur utama Perum Bulog dan main ketoprak, sepertinya sama saja. Karena sebagai pemimpin sesungguhnya di lapangan, kita itu kan dituntut harus memiliki banyak kreativitas. Hal yang sama juga saat main ketoprak. Kita juga harus improvisasi agar peran sesuai pesan sutradara dan bisa menghibur penonton,” tuturnya.

Selain ketoprak, mantan dirjen tanaman pangan Kementerian Pertanian (Kemtan) ini juga sering kali mengisi waktu luangnya dengan menikmati lagu-lagu lawas milik Koes Ploes, Broery Marantika, dan Panbers, sambil beristirahat di kediamannya. Meski mengaku bersuara fals, tak jarang Sutarto bersama sang istri juga bernyanyi bersama.

Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1974 tersebut pada prinsipnya menyukai semua jenis lagu dan musik, kecuali lagu dan musik beraliran keras yang cenderung memekakkan telinga.

Semar dan Kresna
Dalam menjalani kariernya, Sutarto Alimoeso menganut prinsip “jangan minta dapat apa”. Baginya, pekerjaan jangan dianggap sebagai beban. Pada dasarnya, pekerjaan merupakan amanah.

Karena itu, dalam menjalankan pekerjaannya sekarang, Sutarto bersifat all out. Semuanya dilakukan demi ibadah karena Tuhan. Hal inilah yang telah sukses mengantarkannya hingga menjadi dirjen tanaman pangan di Kemtan, dan akhirnya kini menjadi direktur utama Perum Bulog. Kesuksesannya juga karena iringan doa dari kedua orangtua.

Selain itu, Sutarto Alimoeso terinspirasi oleh tokoh Semar dan Kresna dalam pewayangan dalam menjalani kariernya selama ini. Semar merupakan tokoh pengabdi yang setia, sedangkan Kresna merupakan tokoh pemimpin yang bijaksana dan tegas.

Sebagai pegawai negeri sipil (PNS), Sutarto ingin seperti Semar yang penuh pengabdian, loyal, dan tidak ambisius. Dan, sebagai pemimpin di Perum Bulog, Sutarto ingin seperti Kresna yang tegas dan bijaksana.

“Dua perpaduan sifat Semar dan Kresna inilah yang coba saya jalankan dalam menjalani karier saya. Loyal pada negara, tegas, dan bijaksana dalam memimpin perusahaan atau instansi tertentu di mana saya ditempatkan atau ditugaskan,” ungkap Sutarto.

Terlahir dari keluarga besar Mbah Alimoeso, seorang pendidik (guru) di pesisir selatan yang tandus di Pacitan, Jawa Timur, sejak lahir hingga tamat SMA, keseharian Sutarto banyak dihabiskan di tanah kelahirannya tersebut. Baru setamat SMA, ia hijrah ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan sampai meraih gelar insinyur.

Tentang jurusan yang dipilih, dia berkata, yang penting meraih gelar insinyur pertanian. “Pilihan saya masuk Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, dan tidak menuruti keinginan kakak saya Mas Suyadi untuk menjadi seorang dokter dengan masuk Fakultas Kedokteran UGM, ternyata membawa berkah yang begitu besar bagi saya dan keluarga,” katanya.

Redaktur : Panji Munir

Sumber : Berita Satu