Warga Pacitan Bangunkan Sahur Dengan Rontek

oleh -1 Dilihat
Thetekan Pacitan (ilustrasi)
Thetekan Pacitan (ilustrasi)

Pacitanku.com, PACITAN—Rontek atau tethek adalah tradisi membangunkan warga untuk mempersiapkan makan sahur saat bulan ramadhan dengan suara kenthongan dari bambu. Biasanya warga melakukan dengan cara bergerombol, ramai-ramai keliling kampung, secara bergantian mereka memukul alat tradisional orang ronda itu sehingga muncul suara dengan nada khas bambu. Konon budaya ini ada sejak zaman dahulu, dan hingga saat ini upaya untuk melestarikannya pun masih kuat.

Tradisi Tethek bagian dari warisan budaya khas Pacitan diartikan sebagai warisan akan nilai luhur, Sebagai bagian dari warisan budaya. berbagai macam cara upaya untuk melestarikannya dimaknai sebagai kewajiban. Salah satu upaya untuk melestarikannya sering digelar berbagai macam lomba ataupun festival dari segala tingkatan, dan biasanya di lombakan antar Desa.

Seperti yang dikatakan, Riski ( 21 ) Warga Desa Bangunsari, mengatakan’’tradisi tethek ini dari asal katanya adalah suara yang berasal dari bunyi alat tradisional kentongan bambu, akan tetapi pada prakteknya sekarang bercampur baur dengan alat-alat kesenian modern. Dan terkadang disuguhkan memakai pengeras suara, menyayikan lagu-lagu ngetrend tanpa makna. Disini kami melihat tethek rawan dijadikan sekedar hura-hura sekelompok anak muda, yang pada akhirnya menggangu dan menimbulkan keresahan warga,’’ katanya, beberapa waktu lalu.

Biasanya, tethek dimulai sekitar pukul 01.00 WIB, keliling dari gang ke gang, kampung ke kampung hingga dari desa ke desa lain tanpa ada kesepakatan route dengan kelompok lain. Saya dan teman-teman selalu mengadakan tethek di setiap bulan ramadhan, tanpa ada tethek rasanya tidak lengkap,’’ucap Hambalah.

Sementara, Cahyono (43) warga Desa Bangunsari, menambahkan’’ Sebenarnya waktu jam 01.00 wib adalah waktu istirahat, bahkan waktu yang tersisa untuk beristirahat setelah seharian melakukan aktifitas, dari pekerjaan sehari hari dan kalau kita mau menghitung, kita hanya memiliki kesempatan untuk istirahat 8 jam. Namun tethek ini sudah khas tradisi setiap bulan puasa dan ada manfaatnya jadi harus dilaksanakan serta di lestarikan menjadi budaya lokal khas Pacitan,’’imbuhnya. (Dep/Mer)

Redaktur : Dwi Purnawan

Sumber : Merista