Pesantren Tremas dan upaya membentuk manusia seutuhnya

oleh -22 Dilihat
Tremas
Tremas

Pacitanku.com, PACITAN—Pesantren Tremas yang telah berdiri sekitar 1 abad yang lalu menjadi ikon perkembangan Islam di Pacitan. Hal ini dikarenakan karena memang pondok pesantren yang berada di Desa Tremas, Kecamatan Arjosari ini telah sangat berjasa dalam menyebarkan Islam di tanah Pacitan, mulai dari awal berdirinya pondok, sampai sekarang.

Tentu keberadaan pondok pesantren ini menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat Pacitan, apalagi kurikulum khas pesantren dibentuk sedemikian rupa sehingga dalam perjalanannya, para santri di desain untuk menjadi manusia muslim seutuhnya. Keberhasilan pondok dalam membentuk pribadi santri nampak sekali terkait dengan suasana batin yang berhasil dibangun.

Hal tersebut Nampak dalam Kegiatan pesantren yang selalu diwarnai oleh suasana spiritual. Kegiatan sehari-hari di pesantren sebagai kyai, ustadz dan juga santri, diwarnai oleh semangat beribadah. Mereka melakukan tugas-tugas itu atas panggilan, motivasi dan dorongan batin yang ikhlas. Mereka bekerja dan belajar bukan didorong oleh semangat sederhana, misalnya sekedar memperoleh upah, gaji, sertifikat atau ijazah. Aktivitas mereka juga bukan digerakkan oleh kekuatan eksternal, seperti misalnya memenuhi peraturan atau bahkan undang-undang dari pemerintah. Melainkan, digerakkan oleh kekuatan dari dalam. Kekuatan itu bersumber dari dalam hati, sehingga tidak akan terpuaskan hanya karena telah terpenuhi aspek formalnya.

Saat ini, Pesantren Tremas sudah berkembang dengan sangat pesat, mulai dari metodologi pengajaran, sampai dengan fasilitas pendukungnya. Tercatat ribuan santri sudah pernah mengenyam pendidikan disini. Dan saat ini, Pesantren yang pernah merasakan masa – masa kemunduran ini di asuh oleh sekitar 142 ustadz/ustadzah yang terbagi di berbagai tingkat pendidikan.

Tingkat pendidikan tersebut antara lain TK Al-Tarmasi, TPQ Al-Tarmasi, Madrasah Diniyah Awwaliyah Al-Tarmasi, Madrasah Tsanawiyah Al-Tarmasi, Madrasah Aliyah Salafiyah Mu’adalah, Ma’had ‘Aly Al-Tarmasi, Community Acces Point, dan Attarmasie English Course.

Historiografi Pesantren Tremas

Seperti halnya Pesantren lainnya, keberadaan Pesantren Tremas juga tak pernah lepas dari sejarah panjang. Sejarah itu dimulai saat berdirinya pondok Tremas ini. Hal itu terjadi sejak Bupati Jagakarya I berkuasa (tahun 1826) dari sebelumnya, perkembangan agama Islam di Pacitan maju dengan pesatnya, bahkan tiga tahun kemudian putra dari Demang Semanten yang bernama Bagus Darso kembali dari perantauannya mencari dan mendalami ilmu agama Islam di pondok pesantren Tegalsari, Kabupaten Ponorogo di bawah asuhan Kyai Hasan Besari.

Setelah beliau kembali dari pondok tersebut di bawah bimbingan ayahnya Raden Ngabehi Dipomenggolo mulai mendirikan pondok di Desa Semanten (2 Km arah utara kota Pacitan). setelah kurang lebih satu tahun kemudian pindah ke daerah Tremas, maka dari saat itulah mulai berdiri Pondok Tremas.

Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa KH. Abdul Manan pada masa kecilnya bernama Bagus Darso. Sejak kecil beliau sudah terkenal cerdas dan sangat tertarik terhadap masalah-masalah keagamaan. Dalam masa remajanya beliau dikirim oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo untuk mempelajari dan memperdalam pengetahua agama Islam di bawah bimbingan Kyai Hasan Besari.

Selama di Pesantren Tegalsari, Bagus Darso selalu belajar dengan rajin dan tekun. Karena ketekunannya, kerajinannya serta kecerdasan yang dibawanya semenjak kecil itulah maka kepandaian Bagus Darso didalam menguasai dan memahami ilmu yang dipelajarinya melebihi kawan-kawan sebayanya, sehingga tersebutlah sampai sekarang kisah-kisah tentang kelebihan beliau.

Demikianlah salah satu kisah KH. Abdul Manan pada waktu mudanya di Pondok Tegalsari dalam cerita. Dan setelah Bagus Darso dianggap cukup ilmu yang diperolehnya di Pondok Pesantren Tegalsari, beliau kembali pulang ke Semanten. Di desa inilah beliau kemudian menyelenggarakan pengajian yang sudah barang tentu bermula dengan sangat sederhana.

Dan karena semenjak di Pondok Tegalsari beliau sudah terkenal sebagai seorang santri yang tinggi ilmunya, maka banyaklah orang Pacitan yang ikut belajar mengaji dan bertukar pikir dalam konteks keilmuan Islam pada beliau. Dari sinilah kemudian beliau pada akhirnya mendirikan pondok untuk para santri yang datang dari jauh yang berada di sekitar masjid.

Namun beberapa waktu kemudian pondok tersebut pindah ke daerah Tremas setelah oleh ayah KH. Abdul Manan, KH. Abdul Manan dinikahkan dengan Putri Demang Tremas Raden Ngabehi Hongggowijoyo. Menurut sejarahnya, Raden Ngabehi Honggowijoyo itu sendiri adalah kakak kandung dari Raden Ngabehi Dipomenggolo.

Diantara faktor yang menjadi penyebab perpindahan Kyai Abdul Manan dari daerah Semanten ke desa Tremas, yang paling pokok adalah pertimbangan kekeluargaan yang dianggap lebih baik beliau pindah ke daerah Tremas. Pertimbangan tersebut antara adalah, karena mertua dan istri beliau menyediakan daerah yang jauh dari keramaian atau pusat pemerintahan, sehingga merupakan daerah yang sangat cocok bagi para santri yang ingin belajar dan memperdalam ilmu agama, sehingga akhirnya berdirilah Pondok Pesantren Tremas.

Tremas dan fungsi kemanusian

Begitulah sedikit historiografi Pondok Pesantren Tremas, yang saat ini sudah berkembang sedemikian pesatnya. Hal yang kemudian kita bisa ambil dari metode pendidikan, dan sejarah Islam di Pacitan  melalui Pondok Pesantren Tremas, adalah bahwa Pendidikan di pesantren, tidak terkecuali di pesantren Tremas, Pacitan, tidak saja menjadikan para santrinya pintar dan cerdas, melainkan yang lebih penting dari itu adalah membentuk manusia seutuhnya dengan cara membangun akhlak mulia terhadap para santri.

Dalam mendidik, para Kyai pesantren tidak saja merasa cukup hanya memberi sejumlah mata pelajaran yang harus dimengerti dan dihafal, kemudian diujikan untuk mengetahui seberapa jauh para santri mampu menangkap isi dan memahami pelajarannya itu, tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah, bagaimana pelajaran yang diberikan itu mampu mengubah watak, pribadi, kharakter atau akhlak para santri, hingga menjadi manusia yang lebih mulia, baik di hadapan Allah maupun manusia pada umumnya.

Source : pondoktremas.com