Penyebaran Penyakit HIV/AIDS di Pacitan Tunjukkan Peningkatan Signifikan

oleh -0 Dilihat
Ilustrasi Hari AIDS sedunia

hariaidsPacitanku.com, PACITAN – Penyebaran penyakit HIV/AIDS di Pacitan ibarat bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Data orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang saat ini dimiliki Dinas Kesehatan (Dinkes) Pacitan menunjukkan peningkatan signifikan. Itupun diyakini baru sebagian kecil dari total jumlah penderita HIV/AIDS sesungguhnya.

Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Pacitan, Bambang Widjanarko mengakui cukup banyak kasus yang belum terdiagnosis. Misalnya pada orang yang sesungguhnya sudah terinfeksi HIV/AIDS, namun mereka tidak mengetahui dirinya sakit karena tidak bergejala. Atau orang tersebut sudah memiliki gejala namun tidak tahu jika sakit yang dialaminya itu adalah infeksi virus HIV/AIDS. ‘’Sangat mungkin kasus di luar sana lebih banyak dibandingkan yang sudah teridentifikasi,’’ ungkapnya, kemarin (30/11).

Berdasar data yang dipublikasikan oleh dinkes setempat, tercatat sejak ditemukan pada 2005 silam hingga November 2016, jumlah penderita HIV/AIDS di Pacitan mencapai 259 orang. Sementara dari jumlah kasus tersebut, 116 penderita di antaranya telah meninggal dunia. Karena sistem kekebalan tubuh mereka digerogoti oleh Human Immunodeficiency Virus atau HIV.

Kecamatan Tulakan diketahui merupakan wilayah yang paling banyak penderitanya secara angka. Di Puskesmas Bubakan misalnya, ada 30 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang masih menjalani perawatan maupun pengobatan secara insentif.

Bambang mengungkapkan, dari hasil pemantauan petugas kesehatan di lapangan ada perubahan pola penyebaran penyakit mematikan ini di masyarakat. Pada kurun sebelum tahun 2010 pemicu lebih disebabkan karena pemakaian jarum suntik atau narkoba. Sedangkan dalam enam tahun terakhir dipicu oleh perilaku warga lokal yang merantau ke luar daerah. Mereka diduga tertular virus HIV saat bekerja di luar daerah karena sering kali ‘jajan’ lantaran tinggal jauh dari istri. ‘’Sehingga ketika pulang ke kampung halamannya dan berhubungan dengan istrinya, kemudian tertularlah penyakit itu. Dan infeksi itu secara otomatis juga akan berdampak pada bayi mereka yang akan lahir,’’ jelasnya.

Selama kasus HIV/AIDS ini berkembang di Pacitan, lanjutnya, sudah ada sekitar 20 anak dalam kelompok usia 0-11 bulan dan 1-14 tahun yang sudah terinfeksi penyakit mematikan tersebut. Bambang mengatakan, faktor penulaan dari orangtualah yang kemudian membuat pihaknya sulit melakukan pendeteksian lebih dini. ‘’Kami terus upayakan lakukan proses screening untuk deteksi HIV/AIDS. Hanya sifatnya tidak memaksa, sukarela saja,’’ imbuhnya.

Dinkes juga telah melakukan penyuluhan kasus HIV/AIDS ini kepada sekitar 1.380 remaja usia 15-24 tahun pada 2015. Dan, tahun 2016 proses penyuluhan terus dilakukan dengan menyasar sejumlah sekolah. ‘’Karena perubahan pola hidup, bisa saja atau anak remaja saat ini menjadi sumber penyakit HIV/AIDS. Makanya kami tekankan bahaya penyakit sejak dini,’’ terang Bambang.




Bukan hanya itu saja, maraknya keberadaan sejumlah tempat karaoke di Pacitan yang menyediakan jasa pemandu lagu juga menjadi pantauan dari dinkes. Apalagi jika mereka belum sekalipun dilakukan proses screening darah. ‘’Nanti kami upayakan melakukan screening bekerjasama dengan kepolisian maupun Satpol PP.  Itu juga bagian langkah pencegahan,’’ ujarnya.

Sementara, Pemkab tampaknya butuh tenaga ekstra dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di Pacitan. Apalagi keberadaan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) yang baru saja dibentuk belum maksimal fungsinya. Selain program belum tersusun secara terperinci, dukungan anggaran juga masih minim.

Ketua KPAD Pacitan Yudi Sumbogo mengakui, memberantas atau setidaknya mencegah penyebaran HIV/AIDS tidak semudah membalik telapak tangan. Karena penderita penyakit ini sulit terlacak keberadaannya. Sehingga, penyebarannya cenderung sulit dikendalikan. ‘’Sebab, perilaku penyebaran HIV/AIDS di Pacitan tidak terlokalisir di suatu tempat,’’ ujarnya.

Diungkapkan, pembentukan payung hukum berupa sebuah perda untuk menanggulangi penyebaran AIDS merupakan langkah tepat. Namun, Sumbogo menegaskan perlu adanya dukungan dari seluruh lapisan masyarakat agar semuanya bisa berjalan dengan baik. ‘’Selama ini penanganan atau proses deteksi AIDS hanya dilakukan petugas kesehatan di puskesmas saja,’’ ungkapnya.

Pria yang juga merupakan Wakil Bupati (Wabup) Pacitan itu menambahkan, semua stakeholder perlu  melakukan gebrakan untuk mengendalikan penyebari HIV/AIDS. Hal itu bisa diawali dengan screening bagi aparatur pemerintahan secara berkala. Selain itu, dapat juga dilakukan pada pasien-pasien yang melakukan pengobatan di pelayanan kesehatan milik pemerintah yakni rumah sakit atau puskesmas. ‘’Proses itu sudah berjalan baik di Puskesmas Bubakan. Bahkan, di Puskesmas Donorojo sudah ada deklarasi penanggulangan penyakit HIV/AIDS. Dan itu didukung pemerintah kecamatan setempat,’’ ungkapnya.

Namun, Sumbogo meminta agar temuan penderita HIV/AIDS yang tergolong baru hendaknya diimbangi kesiapan stakeholder. Terutama dalam menyediakan suasana yang kondusif agar kerahasiaan pasien dan keluarganya dapat terjaga. Sehingga orang mereka tidak terdiskriminasi atau dikucilkan oleh masyarakat  sekitar. ‘’Selain itu, tak kalah pentingnya adalah usaha promotif atau sosialisasi untuk semua kalangan terutama yang risiko tinggi tertular,’’ paparnya. (Her/yup/RAPP002)

Sumber: Radar Madiun