Bermain dengan Anak Bangun Kehangatan dan Menstimulasi Kecerdasan Majemuk

oleh -3 Dilihat

Pacitanku.com, PACITAN – Sibuk, tak akan ada ada habisnya. Sepadat apapun aktifitas kita, sediakan waktu bersama anak, meskipun hanya sesaat. Momentum liburan hari raya, bisa dimanfaatkan untuk memupuk kelekatan dan keceriaan bersama anak, setelah sebelumnya padat dengan berbagai aktifitas. Menurut Susanto Wakil Ketua KPAI, “bermain dengan anak akan membangun kehangatan dan menstimulasi kecerdasan majemuk pada anak.”

Itulah yang selalu dilakukan Susanto, bersama ketiga anaknya meskipun sibuk dalam menunaikan tugas sebagai Wakil Ketua KPAI. Pria kelahiran Pacitan Jawa Timur, 5 Mei 1978 ini memiliki tiga buah hati, Salwa Aufa Adiibah (7 Tahun, 10 bulan) saat ini kelas 3 SD Islam Al-Azhar 46 Depok, kemudian Prabu Afkar Jenius Annabiil Faith ( 3 Tahun, 6 Bulan) Play Group di TK Islam Karakter Genius Islamic School, Depok. Terakhir Kaisar Mumtaz Annabiil Faith (13 Bulan).

Banyak riset melaporkan meluangkan waktu bermain bersama anak sangat positif untuk perkembangan buah hati. Bahkan, “kuatnya kelekatan bersama anak, akan mengurangi resiko anak mengalami perilaku menyimpang,”tegas Susanto yang juga sebagai Ketua Departemen Pengembangan Kebijakan PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah ICMI Pusat Periode 2015-20120.

Bermain merupakan dunia anak. Bermain membuat anak-anak lebih ceria, mengasah ketrampilan berfikir, bahkan bisa belajar kontrol diri. Bermain harus menyenangkan untuk semua anak. Meski demikian, lewat bermain anak juga menyerap pengetahuan dan belajar semua hal termasuk bagaimana cara menyelesaikan masalah.




Sebetulnya, tanpa atau dengan orang tua, anak tetap bisa bermain. Tapi, jika orang tua melibatkan diri dalam permainan anak, banyak nilai positif bagi tumbuh kembang anak.

Memilihkan mainan yang aman merupakan prasyarat utama. “Saat ini game perkelaihan, tembak-tembakan dan sadisme sangat banyak dan mudah didapatkan baik dalam bentuk online maupun offline. Kondisi ini membutuhkan peran orangtua, karena games tersebut bukannya mendidik, justru memancing sikap agresif dan kekerasan pada anak,”jelas Susanto.

Produksi mainan “edukatif” telah menjadi bisnis yang sangat besar di seluruh dunia. Produsen mainan-mainan tersebut mengklaim bahwa produknya mampu merangsang atau menambah kecerdasan si anak.

Namun tidak semua mainan edukatif itu baik, bahkan sebagian tidak mempunyai nilai edukasi sama sekali. Menurut Susanto, setidaknya ada 3 (tiga) tips yang perlu diperhatikan; (1), tidak harus mahal. Mainan yang positif untuk anak, tidak harus mahal atau berteknologi tinggi. Justru mainan terbaik adalah yang bersifat sederhana dan bisa dimainkan dengan banyak cara. Contoh: mainan balok, puzzle, krayon dan kertas adalah contoh dari mainan seperti ini.

Anak-anak bisa berkreasi sesuai keinginan anak, (2), sesuai dengan usia anak. Tak sedikit orang tua menghabiskan banyak uang untuk membeli mainan edukasi yang mahal yang dinilai mereka akan sangat berguna bagi anak-anak, atau karena semua anak tetangga memilikinya.  Namun kadang-kadang anak-anak tidak tertarik untuk memainkannya. Jadi pilihkan mainan edukatif yang sesuai dengan minat anak, bukan yang orang tua inginkan; (3), menstimulasi kreatifitas.

Tak perlu teori kelas tinggi untuk memilihkan mainan anak, cukup pikirkan apakah mainan itu merangsang kreatifitas anak atau tidak. Jika mainan justru memicu agresifitas, tinggalkan. Meskipun sederhana dan produk lokal asalkan aman dan positif untuk merangsang anak berkreasi, dapat direkomendasikan untuk buah hati kita. Media bermain anak bisa memanfaatkan; kardus, sedotan, gagang es krim, botol minuan kosong, semuanya bisa diubah menjadi bahan permainan yang menarik dan edukatif.

Ditulis oleh: Norma Yunita. Penulis lahir, Bogor, 02 September 1984. Sehari-harinya sebagai Guru TK Islam Karakter Genius Islamic School, Depok dan aktif sebagai penulis biografi tokoh inspiratif.