Gubernur Jatim Usulkan Sistem Koasi Terkait Kenaikan Harga BBM

oleh -0 Dilihat
Pakde Karwo terima penghargaan KONI Award dari Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Terbaik penyelenggaraan PON Remaja. (Foto : Twitter Pakde Karwo)
Pakde Karwo terima penghargaan KONI Award dari Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Terbaik penyelenggaraan PON Remaja. (Foto : Twitter Pakde Karwo)
Pakde Karwo terima penghargaan KONI Award dari Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Terbaik penyelenggaraan PON Remaja. (Foto : Twitter Pakde Karwo)
Pakde Karwo terima penghargaan KONI Award dari Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Terbaik penyelenggaraan PON Remaja. (Foto : Twitter Pakde Karwo)

Pacitanku.com, SURABAYA – Kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dinilai secara mendadak banyak dikeluhkan masyarakat. Hal ini diperparah dengan efek dari harga BBM tersebut menyebabkan sejumlah harga kebutuhan pokok cenderung naik.

Menyikapi kondisi tersebut, Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo mengusulkan  opsi agar efek kenaikan BBM bisa diminimalisir di kalangan masyarakat. “Kenaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) secara tiba tiba untuk menyesuaikan harga minyak, banyak dikeluhkan masyarakat. Saya sebagai Gubernur resmi mengirim surat ke Presiden agar dalam mensikapi harga yang mengambang (floating) ini,” kata Soekarwo, dalam akun twitternya, Selasa (31/3/2015).

Usulan tersebut, kata Soekarwo, adalah dengan sistem koasi, yakni dinaikkan dalam waktu 6 bulan sekali. “Karena ada masalah serius ditingkat bawah, mereka tidak bisa menyesuaikan, khususnya kebutuhan pokok, bila sudah naik tidak bisa turun lagi, bahkan cenderung naik,” jelas pria yang akrab disapa Pakde Karwo ini.

Selain itu, imbuhnya lagi, juga agar memudahkan daerah menghitung ongkos produksi khususnya di kalangan usaha termasuk transportasi . Dengan kondisi itu, Pakde Karwo meminta Pemerintah Pusat dalam mesikapi naik turunya harga minyak tidak serta merta menaikkan harga BBM.

“Tapi mengunakan koasi yakni dinaikkan per 6 bulan atau satu tahun sekali. Harus diingat beban masyarakat sudah berat, maka kewajiban Pemerintah untuk meringankan dengan kebijakan yang familier dan populis agar masyarakat tidak terbebani,” pungkasnya. (RAPP002)