Terkait Piutang, Eks Dewan Pacitan Protes

oleh -0 Dilihat
Gedung DPRD Pacitan. (Foto : Dok.Pacitanku)
Gedung DPRD Pacitan. (Foto : Dok.Pacitanku)
Gedung DPRD Pacitan. (Foto : Dok.Pacitanku)
Gedung DPRD Pacitan. (Foto : Dok.Pacitanku)

Pacitanku.com, PACITAN – Sejumlah mantan anggota DPRD Pacitan periode 1999-2004 protes. Mereka membeberkan agar surat keputusan (SK) bupati 188.45/243/408.21/2009 tentang pembebanan kerugian negara sementara atas kelebihan tunjangan purna tugas dicabut.

Sebab, dinilai tidak memiliki payung hukum yang kuat. Karena penerbitan SK itu hanya mengacu pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK. Sehingga, mereka menganggap itu merupakan pertanggung jawaban dari pihak eksekutif, lantaran peraturan yang disangkakan adalah PP 24/2004.

‘’Sebaliknya, pemberian dana tersebut telah diatur dengan payung hukum, yakni peraturan daerah (perda) 14/2003 tentang penetapan APBD tahun anggaran 2004. Dan, ketika penyusunan maupun penetapannya beracuan pada UU 22/1999 dan diatur dalam peraturan tatib DPRD 10/2000,’’ ujar Joko Supriyono, perwakilan mantan anggota DPRD Pacitan, dilansir dari Radarmadiun.info, Jumat (30/1/2015).

Lebih lanjut dia menegaskan, karena mempunyai kekuatan hukum yang kuat, sehingga tunjangan purna tugas yang diterimakan pada saat mereka pensiun yakni sebesar Rp 25 juta legal atau sah. Joko juga menjelaskan terkait alasan yang mendasari mengapa dana purna tugas yang diterimakan itu sah. Yakni, sebelumnya telah diundangkan dalam lembaran daerah. Selain itu, juga tidak pernah dibatalkan Gubernur Jawa Timur, serta tidak bertentangan dengan tata urutan peraturan perundang-undangan. ‘’Dengan demikian, anggaran belanja DPRD yang dimuat dalam perda adalah sautu yang sah secara hukum,’’ katanya.

Lantas kenapa dalam LHP BPK tahun 2004 atas belanja daerah Kabupaten Pacitan tahun anggaran 2003 dan 2004 tentang pembayaran tunjangan purna tugas dianggap melebihi ketentuan PP 24/2004? Joko menjelaskan jika audit yang dilakukan BPK itu tidak mendasarkan pada perda APBD yang sah sebagai peraturan perundang-undangan yang harus dihormati semua pihak.

Selain itu, sebab, PP 24/2004 yang dijadikan acuan BPK dalam melakukan audit itu berlaku pada 28 Agustus 2004. Sedangkan, Perda 14/2003 tentang APBD 2004 yang selama ini pihaknya jadikan pedoman ditetapkan 19 November 2003. Begitu pula dengan Perda 2/2004 tentang perubahan APBD 2004 ditetapkan pada 16 Juli 2004. Sehingga, PP 24/2004 itu, kata Joko, tidak berlaku surut. ‘’Apalagi, masa bakti kami sebagai anggota dewan periode 1999-2004 itu habis sampai dengan 13 Agustus 2014. Jadi kan, ketika kami pensiun, PP 24/2004 itu belum lahir. Kan ini aneh. Jadi, ini kan suatu bentuk kriminalisasi buat kami,’’ ungkapnya.

Oleh karena itu, Joko bersama dengan mantan anggota dewan periode 1999-2004 lainnya menuntut agar SK bupati perihal pembebanan kerugian negara sementara atas kelebihan tunjangan purna tugas untuk dicabut. Terkait langkah-langkah yang pihaknya susun apabila SK tersebut tetap tak bisa dicabut, Joko mengatakan akan melakukan upaya hukum. ‘’Ada langkah-langkah lebih lanjut. Apakah itu langkah hukum atau seperti apa, kami masih menunggu hasilnya dulu,’’ jelasnya.

Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2008 lalu oleh BPK para mantan anggota dewan itu diwajibkan untuk mengembalikan kelebihan dana purna tugas yang diterimakan. Besaran total uang yang mesti dikembalikan sekitar Rp 700 juta. Terhitung sejak penagihan tersebut dengan diperkuat SK bupati tahun 2009, sedikitinya sudah ada 10 anggota dewan yang melunasi. Hingga akhirnya saat ini tersisa sekitar Rp 596 juta.

Selain menuntut agar SK bupati tersebut dicabut, Joko juga meminta Pemkab Pacitan untuk mematuhi aturan hukum. Salah satunya terkait hasil peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA) yang keluar pada 2011 lalu perihal kasus dugaan korupsi dana operasional APBD tahun 2001. Dalam PK tersebut, para mantan anggota dewan periode 1999-2004 itu diputus menang. Dan, salah satu poinnya pemkab berkewajiban untuk memulihkan hak dalam kemampuan harkat dan martabat mantan anggota dewan periode 1999-2004. ‘’Termasuk yang didalamnya berupa hak pemulihan nama baik, hak keuangan dan lain sebagainya,’’ terangnya.