Pacitan Raih Kehormatan Dikunjungi Festival Film Ilmu Pengetahuan

oleh -0 Dilihat
Salah satu adegan dalam festival film ilmu Pengetahuan
Salah satu adegan dalam festival film ilmu Pengetahuan
Salah satu adegan dalam festival film ilmu Pengetahuan
Salah satu adegan dalam festival film ilmu Pengetahuan

Pacitanku.com, JAKARTA—Goethe-Institut Indonesien melalui dukungan dari Mercedes-Benz dan kerjasama dengan Siemens, HiLo, Kedutaan Besar Republik Federal Jerman – Jakarta, Institut Français Indonésie (IFI), Santika Hotels & Resorts, Universitas Paramadina, KUARK dan Universitas Kristen Satya Wacana menyelenggarakan Science Film Festival di Indonesia dari tanggal 13 sampai 28 November tahun ini.

Rencananya, Pacitan menjadi salah satu daerah yang akan dikunjungi Science Film Festival (SFF) ini. Selain Pacitan, terdapat 36 daerah lain di Indonesia yang mendapatkan kehormatan serupa. Daerah tersebut diantaranya adalah Aceh, Medan, Pekanbaru, Bengkulu, Bandung, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Jember, Lumajang, Magetam, Madiun, Tulungagung, Salatiga, Probolinggo, Ponorogo, Nganjuk, Ngawi, Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, Pamekasan, Bondowoso, Pasuruan, Malang dan Surabaya.

Festival edisi kelima ini merupakan program yang diinisiasi oleh Goethe institut pada tahun 2005 di Thailand. Festival ini bertujuan agar dunia iptek yang terkesan rumit jadi mudah dipahami, terutama oleh anak usia 9-14 tahun dan tentunya khalayak umum. Acara hasil kolaborasi dengan Mercedes Benz ini kemudian dikembangkan di negara-negara yang lain di Asia Tenggara, Afrika Utara dan Timur Tengah.

“Kami menggunakan film sebagai alat untuk mempublikasikan ilmu pengetahuan. Bisa menghibur, sekaligus membantu anak-anak mengidentifikasi ilmu pengetahuan,” papar Direktur Goethe Institute sekaligus pendiri Science Film Festival, Dr. Heincrich Blomeke, di Blitzmegaplex, Jakarta, dilansir dari The Jakarta Post, Sabtu (15/11/2014).

Di tahun ini, Science Film Festival hadir dengan tema “Teknologi masa depan”. Saat peluncuran di Blitzmegaplex, “Hassani and His Whale Sharks” diputar sebagai film pembuka.

“Lewat film juga kami ingin mendorong munculnya dialog publik tentang ilmu pengetahuan itu. Membahas pertanyaan-pertanyaan tentang perkembangan teknologi masa depan,” sambung Heincrich lagi.

Tercatat ada 15 film dari berbagai negara, termasuk Indonesia yang disajikan. Indonesia sebagai tuan rumah mengusung sebuah film berjudul “Chasing the Cardinal Direction” atau dalam bahasa Indonesia ‘Mengejar Mata Angin’. Film berdurasi 5 menit itu bercerita tentang seorang petualang yang mengalami kesulitan untuk mengenali arah utara, timur, barat dan selatan.

Salah satu adegan yang ditampilkan dalam film ini adalah dengan menggunakan indikator alami, seperti matahari, pepohonan dan lainnya, sang petualang mengajarkan penonton bagiamana mengenali arah mata angin. Benang Ruwet Production menjadi rumah produksi di balik ‘Mengejar Mata Angin’. (RAPP002)