Begini Cerita Dibalik Suksesnya Pacitan Bumi Kaloka Tampil di Istana

oleh -0 Dilihat
Agustinus bersama para kethek ogleng. (Foto : Agustinus)
Agustinus bersama para kethek ogleng. (Foto : Agustinus)

Pacitanku.com, PACITAN—Dibalik kisah keberhasilan tim Pacitan Menari di Istana, Ahad (17/8/2014) lalu, ternyata banyak cerita sukses penampilan ratusan anak – anak dari berbagai sekolah di Pacitan itu menampilkan kreasi terbaiknya, yang tentu membawa nama harum Kabupaten Pacitan.

Portal Pacitanku berkesempatan berbincang – bincang secara khusus dengan salah satu otak sukses tim Pacitan Bumi Kaloka, Agustinus, salah satu koreografer kenamaan asal Jawa Timur.

Menurut pria yang juga salah satu pengajar Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) ini, kisah sukses perjalanan tari Pacitan Bumi Kaloka ini bermula saat ada gagasan mengenai penyempurnaan tari massal saat agenda Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Pacitan, Februari lalu.

“Berawal dari tari (Klonthong Jengglur) tersebut, kemudian ada bincang – bincang pihak Disbudparpora di Istana Negara, lalu kemudian di evaluasi, dan pada akhirnya disodorkan konsep tari massal yang baru, lalu kemudian muncul tarian ini,” katanya kepada Portal Pacitanku, Rabu (20/8/2014).

Dikatakan Agus, pasca adanya konsep tersebut, berbagai hambatan dan tantangan untuk mengembangkan tari yang terinspirasi dari kemakmuran Pacitan ini pun muncul. “Salah satunya adalah kegiatan latihan yang sempat mandeg (berhenti), sehingga perlu adanya pendampingan khusus kepada para penari tersebut,” jelas Agus.

Sempat Menolak Menjadi Koreografer

Sebelumnya, Agus sempat menolak saat ditawari untuk mendampingi para penari tersebut, dikarenakan kondisi fisik dan tempat yang cukup jauh.

“Saya itu orangnya gampang kena mabuk darat mas, sehingga agak aras – arasen (malas), lalu kemudian setelah ditawarkan kepada yang lain tidak ada yang mau, akhirnya saya pun dengan niat ibadah, menyanggupi untuk menjadi koreografer tari tersebut, walaupun  jarak tempat tinggal saya dengan Pacitan cukup jauh, ” tandas pria yang berdomisili di Sidoarjo ini.

Namun demikian, meskipun dirinya sudah datang dan menyanggupi untuk menjadi koreografer, hambatan tidak berhenti sampai disini. Yang perlu diselesaikan selanjutnya oleh Agus adalah kendala yang dihadapi bahwa anak – anak tim penari tersebut bukan berasal dari sekolah tari, melainkan dari sekolah umum di Pacitan.

“Hal yang harus saya lakukan waktu itu adalah dengan mengubah komposisi, kita jalankan dengan pola sederhana dan dengan pendekatan personal, perubahan konsep tari ini pun saya sampaikan kepada Disbudparora setempat dan Jatim,” jelasnya.

Perjuangan Agus untuk menciptakan irama tari yang harmoni dari ratusan anak – anak sekolah ini pun tak berhenti sampai disini. Dia pun rela harus bolak – balik Sidoarjo ke Pacitan untuk kembali memandu anak – anak tersbeut menari.

“Pernah waktu itu mas, saat puasa hari keempat saya harus tetap datang untuk melatih anak – anak tersebut, namun bismillah, akhirnya bisa, meskipun hanya dengan gerakan ringan selama kurang lebih tujuh jam,” ungkap Agus.

Agus pun masih harus berpikir keras bagaimana memadukan potensi anak – anak sekolah tersebut dengan kebudayaan khas daerah. “Ada beberapa properti tambahan, seperti gunungan, wayang beber dan kethek ogleng, kami pun ditantang untuk bersaing dengan kampus – kampus seni kenamaan nasional, seperti UNJ, namun akhirnya anak – anak bisa mengatasi berbagai tekanan tersebut,” kenang Agus.

Berkat tangan dingin Agus, dalam kurun waktu dua bulan, pada akhirnya tim Pacitan Bumi Kaloka mampu mempersembahkan sebuah kreasi seni yang indah dan penuh dengan nuansa harmoni Pacitan bumi Kaloka.

Redaktur : Dwi Purnawan (Ikuti di twitter @dwi_itudua)